Friday 27 July 2012

Travel Choice Travelounge Juli 2012

Bulan Juli ini saya diberi kado dari Majalah Travelounge. Tulisan dan beberapa foto saya yang berjudul "10 Hari, Tiga-Empat Pulau Terlampaui" dimuat di majalah khusus Bandara Soekarno-Hatta tersebut. Saya mengunjungi Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Pulau Beras Basah, juga Jawa selama sepuluh hari berkelana pada awal tahun 2012. Bersama tiga teman lainnya, kami merasakan bekunya Bromo, melihat mistisnya Toraja, mencicipi kudapan asli Makassar, memacu adrenalin di Bukit Bangkirai, menjadi gosong di Beras Basah, dan menikmati budaya Dayak di Desa Pampang. Selamat membaca!





Catatan #GrandTour (Kalimantan Timur)

Berfoto bersama masyarakat Dayak di Desa Pampang

Perjalanan kami berlanjut ke pulau ketiga, yakni Kalimantan, yeah. Setelah keliling Sulawesi (cerita di sini), di hari ketujuh kami terbang dari Makassar ke Balikpapan untuk melanjutkan tur kami. Selama di Kalimantan kami menikmati hutan Kalimantan di Bukit Bangkirai, wisata religi di Samarinda, wisata budaya di Desa Pampang, dan wisata air di Pulau Beras Basah!

Hari 7: Makassar – Balikpapan – Bontang
Pagi-pagi sekali, kami sudah harus bersiap diri. Pesawat tujuan Makassar - Balikapapan yang kami tumpangi berangkat pukul 6 pagi. Perjalanan Makassar - Balikpapan ditempuh selama satu jam sepuluh menit. Akhirnya kami tiba di pulau ketiga, Kalimantan. Girang sekali kami karena impian berada di pulau terbesar ketiga di dunia tergapai. Tak menyia-nyiakan waktu, kami langsung menaiki mobil sewaan dan bersiap menuju Kota Bontang. Di tengah perjalanan, kami menyempatkan diri mampir ke Samarinda Islamic Center yang sungguh megah. Letaknya di tepian Sungai Mahakam membuat masjid ini semakin memesona. Kemudian kami mampir ke tempat kedua untuk meningkatkan adrenalin, takni ke Jembatan Tajuk (Canopy Bridge) di Bukit Bangkirai. Inilah satu-satunya jembatan tajuk di Indonesia. Jembatan ini menghubungkan satu pohon dengan pohon lainnya. Tinggi jembatan mencapai 20 meter. Bayangkan apa yang Anda rasakan di atas ketinggian 20 meter dengan berpijak di atas papan kayu. Pasti adrenalin akan berdebar kencang. Setelah puas mendebarkan diri, kami melanjutkan perjalanan ke Bontang. Waktu tempuh Balikpapan - Bontang yang wajarnya ditempuh 5 jam, kami tempuh selama 9 jam.

Hari 8: Pulau Beras Basah, Bontang
Hari kedua di Kalimantan, kami akan mampir sejenak ke pulau keempat, yakni Pulau Beras Basah. Pulau Beras Basah ini termasuk wilayah Kota Bontang dengan dikelilingi Selat Makassar. Perjalanan kami ke Pulau Beras Basah menggunakan ketinting (perahu kecil) selama 45 menit. Harga sewa ketinting Rp450.000 dengan kapasitas bisa mencapai 20 orang. Tiba di Beras Basah, matahari seakan membela kami juga menghukum kami. Langitnya yang cerah membuat pulau dan pantai menjadi kombinasi yang sempurna. Tapi karena kami terletak di atas garis Khatulistiwa, panasnya sinar matahari membuat kulit kami gosong seketika. Snorkeling sambil berenang-renang kecil mengitari pulau cukup bagi kami yang rindu akan deburan ombak. Sebenarnya pulau ini sangat potensial untuk lebih dikembangkan sebagai destinasi wisata. Namun, nampaknya Pemkot Bontang sudah terlalu sibuk dengan perusahaan-perusahaan besar yang ada di kota ini. Jadi, fasilitas di Beras Basah hanya ala kadarnya saja. Selesai menyantap makan siang yang kami bawa, kami kembali ke kota dan tertidur pulas kelelahan.

Hari 9: Bontang – Samarinda
Perjalanan kami sudah mendekati akhir. Di hari kesembilan, kami menuju Samarinda menggunakan bus. Rencana kami di Samarinda adalah menikmati wisata budaya Dayak. Kami mengunjungi salah satu desa Suku Dayak, yakni Desa Budaya Pampang. Di desa ini setiap hari Minggu pukul 1 siang diadakan pertunjukkan tari-tarian adat khas Dayak. Beruntung kami tiba di Samarinda pada hari Minggu, kesempatan ini tidak kami lewatkan. Di Desa Pampang ini seluruh elemen warga Dayak, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa menunjukkan tarian Dayak diiringi alat musik khas Dayak. Pertunjukkan berlangsung selama satu jam. Dengan biaya masuk Rp15.000 rupiah, Anda dapat melihat langsung kebudayaan Dayak, menari bersama, dan memperoleh cenderamata khas Desa Pampang. Selain itu, Anda juga dapat berfoto bersama masyarakat Dayak dengan biaya tambahan Rp25.000 tiap foto.

Hari 10: Samarinda – Balikpapan – Jakarta
Perjalanan kami sudah berakhir. Sebelum ke Bandara Sepinggan Balikpapan, kami singgah ke toko oleh-oleh di Samarinda untuk membeli amplang khas Samarinda. Mobil travel sudah siap mengantar kami ke kota terakhir, Balikpapan. Momen-momen dinginnya Bromo, mistisnya Toraja, panasnya Bontang, dan uniknya Suku Dayak akan menjadi pengalaman berharga yang tidak akan kami lupakan. Pukul 6.15 malam maskapai low-cost carrier nasional mengantarkan kami kembali ke Jakarta. Perjalanan kami sudah selesai, namun rasa cinta kami akan selalu ada dan semakin tebal untuk Indonesia tercinta.

Rute perjalanan selama di Kalimantan Timur

Thursday 26 July 2012

Indonesia untuk Dunia: Biosphere Reserve Lists

Biosphere Reserve Lists

Cagar Biosfer merupakan situs yang ditetapkan oleh suatu negara dan diakui oleh UNESCO melalui Man and the Bisphere (MAB) Programme untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan yang berbasis pada upaya masyarakat lokal dan sains.


Wakatobi, Southeast Sulawesi
sumber: unesco.com

sumber:
UNESCO Biosphere Reserve Lists

#GrandTour: Itinerary dan Investasi di Sulawesi Selatan

Beginilah itinerary kami selama di Sulawesi Selatan:

Selasa, 31 Januari 2012
13.30 --- Tiba di Makassar
14.00 --- Menuju Bantimurung (pete-pete)
14.30 --- Keliling Bantimurung
15.30 --- Kembali menuju Bandara Hasanuddin (pete-pete)
16.30 --- Menuju Parepare (travel)
20.30 --- Tiba di Parepare (Rumah Bella)

Rabu, 1 Februari 2012
08.00 --- Menuju Toraja (mobil Bella)
12.00 --- Tiba di Londa, Toraja
12.15 --- Keliling Londa
13.30 --- Menuju Ketekesu
14.00 --- Keliling Ketekesu
15.00 --- Menuju Pasar Rantepao
15.30 --- Menuju Gunung Nona
17.00 --- Menikmati Gunung Nona
17.30 --- Menuju Parepare
21.30 --- Tiba di Parepare

Kamis, 2 Februari 2012
07.00 --- Menuju Sungguminasa, Gowa (mobil charteran)
11.00 --- Keliling Museum Balla Lompoa dan Istana Tamalate
12.00 --- Menuju Karebosi (pete-pete)
14.00 --- Menuju Fort Rotterdam (jalan kaki)
14.30 --- Keliling Fort Rotterdam
15.30 --- Menuju Pantai Losari (jalan kaki)
16.00 --- Menikmati Pantai Losari
18.00 --- Beli oleh-oleh di Jalan Somba Opu
18.30 --- Menuju Mie Titi (pete-pete)
19.30 --- Makan malam
21.30 --- Menuju Bandara Hasanuddin (pete-pete dan taksi)
23.00 --- Bermalam di bandara

Jumat, 3 Februari 2012
06.00 --- Terbang ke Balikpapan

Nah, untuk budget (saya menyebutnya investasi karena memberi return, hehe) selama di Sulawesi Seatan seperti di bawah ini:

#GrandTour: Suka Duka Selama di Sulawesi Selatan

Bagi kami, Sulawesi Selatan itu sungguh berkesan. Banyak hal-hal unik yang kami temui dan kami rasakan di sini. Mulai dari yang membingungkan, yang menginspirasi, yang membuat senang, hingga yang membuat ngeselin. Nah di posting kali ini, ada beberapa pengalaman “tidak biasa” selama di Sulawesi Selatan:

1. Pete-pete seakan kendaraan pribadi
Mungkin bagi kami ini aneh dan tidak biasa, tapi bagi warga Maros ini biasa. Jadi pas kami mau kembali ke Bandara Hasanuddin dari Bantimurung, kami naik pete-pete. Nah di dalam pete-pete itu ada dua orang penumpang lain dan dua-duanya adalah ibu-ibu. Ketika sudah masuk kawasan kota, seorang penumpang turun. Tak lama kemudian ibu yang satu juga mau turun, tapi si ibu bilang sama si supir untuk diturunkan di depan rumahnya yang mana harus masuk gang dulu. Si supir setuju dan kami masuk dulu ke gang rumah si ibu. Seketika kami bertiga memikirkan hal yang sama, ini kami naik angkot apa naik taksi ya, yang ngatur rutenya penumpang, hahaha.

2. Museum paling tidak jelas
Bayang-bayang kami akan kemegahan istana Kerajaan Gowa sudah setinggi langit. Kami akan berkunjung ke pusat ibukota salah satu kerajaan terbesar di Indonesia Timur yang berada di Kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Lokasi tersebut kini adalah Museum Balla Lompoa. Foto-fotonya di internet terpampang apik. Namun, jeng jeng jeng, ketika kami tiba di pintu belakang, papan tulisan tukang gigi terpampang besar. Eh ini bener nggak kita ada di museum. Dan memang ternyata benar. Ada tulisan Balla Lompoa besar di depan bangunannya. Untuk membayar keanehan adanya tukang gigi di kompleks museum, kami masuk museum. Tapi, museumnya tutup. Muter-muter sebentar tenyata harus manggil juru kunci dulu supaya bisa masuk. Dan momen di Balla Lompoa ini menjadi momen ter-FAILED kami selama di Sulawesi Selatan.

3. Bocah pemalak yang ngeselin
Baca judulnya saja membuat kami ingat betapa ngeselinnya dua bocah ini. Jadi ketika kami hendak menuju Fort Rotterdam dari Karebosi, tiba-tiba ada dua anak kecil cowok dan cewek yang menghampiri kami. Kami pikir paling mereka akan meminta uang, tapi ternyata tidak, lebih dari itu. Pertama yang cowok merebut minuman saya. Karena tinggal sedikit saya kasih saja. Kemudian mereka berdua meminumnya. Tapi, tak berselang lama mereka datang lagi, kali ini tempat minum Dina yang mau diambil. Si Dina nggak ngasih. Si bocah perempuan itu terus merebut bahkan sampai megangin kakinya Dina. Nah yang laki-laki juga ikutan. Hingga sampai beberapa lama mereka nggondelin, akhirnya kami bertiga narik bocah-bocah ini dengan agak emosi. Kebayang kan seberapa ngeselinnya mereka. This is the worst experience in Sulawesi.

4. Sharing santai bersama teman baru
Di Makassar ini kami juga bertemu dengan teman baru, namanya Kak Jenny. Kak Jenny ini adalah couchsurfer yang tinggal Makassar. Karena sebelumnya kami sudah kontak-kontakkan, kami janjian ketemuan di Pantai Losari. Kemudian kami ngobrol panjang lebar tentang pengalaman perjalanannya dan perjalanan kami ini. Nah dari sesi sharing ini banyak insight yang kami dapatkan. Kami jadi sedikit tahu budaya orang Bugis, makanan di Makassar, dan perjalanan Kak Jenny di Nusa Tenggara, pokoknya seru, seakan-akan kami harus melanjutkan perjalanan kami seseru cerita Kak Jenny, hehe.

5. Salam-salaman di dalam pete-pete
Cerita menyengangkan kembali ada di Makassar dan kembali mengenai pete-pete. Ketika kami mau ke bandara di malam hari dengan kondisi hujan dan banjir, Kak Jenny membantu kami menyetop pete-pete yang menuju bandara. Akhirnya dapat satu pete-pete yang isinya cukup untuk memuat kami berempat + barang-barang besar kami. Di dalam pete-pete itu juga ada dua ibu-ibu. Kondisi di dalam pete-pete agak pengap, sehingga jendela dan pintu pete-pete tetap dibuka. Tiba-tiba ada motor melaju kencang daaaaan air genangan yang dilewati motor tersebut muncrat tepat ke muka Dina dan dua ibu di sampingnya, hahaha,kocak banget. Kemudian mereka saling membagi tisu dan mengelap muka mereka masing-masing. Terus, ketika kedua ibu itu mau turun, kami berempat disalami semua seakan sudah kenal lama. Haha, sungguh bahagia.

Hal-hal unik seperti inilah yang membuat sebuah perjalanan memberi kesan dan ketika mengingatnya bersama teman perjalanan, maka tawa pun akan lepas :)

#GrandTour: Punya Cerita di Bandara Hasanuddin

Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar

Di akhir perjalanan di Makassar sekaligus di Sulawesi kami bermalam di Bandara Sultan Hasanuddin. Yap, di bandara di Indonesia. Ada beberapa alasan kami memilih menginap di bandara. Pertama, pesawat kami pukul 6 pagi keesokan harinya, jadi lebih efisien jika berada di bandara sedini mungkin agar tidak terlambat. Kedua, Bandara Hasanuddin ini memungkinkan untuk diinapi karena buka 24 jam dan banyak bangku. Ketiga, kami lebih hemat karena tidak mengeluarkan biaya, hehe. Daaan bagi kami berempat ini akan menjadi pengalaman pertama.

Nah, lanjut dari Pantai Losari kami menuju Rumah Makan Mie Titi naik pete-pete (sebutan angkot di Makassar). Kami memesan mie yang jadi salah satu ciri khas Kota Makassar ini. Di tengah melahap mie pesanan, tiba-tiba hujan turun teramat sangat deras, sederas itu. Lima belas menit berlalu, hujan masih tetap deras dan jalanan sudah tergenang. Hujan masih belum berhenti hingga satu jam. Jalanan sudah tergenang dan macet.

Setelah berunding sejenak, kami memutuskan untuk menerobos saja cuaca malam itu. Kemudian kami bersiap-siap, mengganti sepatu dengan sendal, menggulung celana, dan sebagainya. Bersama Kak Jenny, kami diseberangkan dan dicarikan pete-pete yang menuju bandara. Yes naik angkot ke bandara, hehe.

Kira-kira perjalanan dari Rumah Makan Mie Titi ke bandara sekitar 30 menit. Kami turun di simpang jalan menuju bandara lanjut berjalan ke halte shuttle bus bandara. Pada jadwal yang ada di halte, shuttle bus beroperasi hingga pukul 11 malam dan saat itu masih pukul 10.00 malam. Jadi tidak salah menunggu untuk dapat tumpangan gratis, hehe. Eh ternyata jadwal itu tidak benar. Kami menunggu hingga pukul 11 malam dan tidak ada lagi shuttle bus yang mengantar, sayang sekali. *padahal dalam hati kesel banget*

Kemudian kami mengumpulkan niat untuk jalan kaki saja, padahal nggak tau jaraknya berapa kilo. Baru 50 meter jalan, sebuah taksi berhenti di samping kami dan menawarkan tumpangan dengan bayaran sukarela, yaaaa ini dia yang namanya rezeki. Kami tak akan menyia-nyiakannya. Ternyata jarak halte shuttle bus dengan terminal keberangkatan itu jauh, mungkin 3 km lebih. Beruntung ada Pak Supir yang baik.

Mejeng di depan terminal keberangkatan
(fotonya Dina)

Tiba di bandara kami menunggu loket Garuda Indonesia buka dulu karena Dina belum nge-print tiketnya. Sekitar jam 12 loket Garuda buka dan kami masuk ke dalam bandara yang megah ini. Ternyata masih ramai ya malam-malam karena sebagian besar penerbangan dari Makassar ke Indonesia Timur dilakukan pada dini hari. Kami naik ke lantai kedua dan mencari spot menarik untuk numpang tidur. Syarat utama spot-nya adalah yang dekat dengan stop kontak karena seluruh gadget kami perlu di-charge.

Setelah kesana kemari jalan-jalan, akhirnya kami menemukan dua buah stop kontak di pojokan dekat dengan sebuah supermarket. Di depannya ada deretan kursi dan nampaknya itu posisi terbaik. Buru-buru kami hampiri dan langsung atur posisi. Agak canggung awalnya karena posisi tidur seperti apa yang akan kami lakukan mengingat lantai sangat dingin. Yah namanya juga numpang gratisan ya menikmati saja fasilitas yang ada, hehe. Kami tidur bergantian sembari menjaga gadget kami.

Menikmati malam di bandara

Pokoknya, pengalaman pertama menginap di bandara memberi banyak pelajaran. Mulai dari peralatan yang harus disiapkan (seperti sleeping bag dan sebagainya), posisi yang tidak mengganggu orang lain, dan keamanan. Beruntung di pengalaman pertama ini kami selamat hingga akhirnya terbang ke Balikpapan!

Tuesday 24 July 2012

#GrandTour: Akhirnya Keliling Makassar

Yes, akhirnya kami ke Makassar. Buat saya, tujuan utama perjalanan ini awalnya adalah ke Kota Makassar, tetapi kami mampir-mampir dulu, hehe. Entah seperti ada magnet yang membuat saya ingin sekali berkunjung ke Makassar ini dan hamdalah tercapai juga. Pete-pete yang kami tumpangi dari Sungguminasa berhenti dan kami turun di Karebosi sekitar jam makan siang.

Setelah makan di salah satu gerai fast food, kami menuju benteng terpopuler di Sulawesi, Benteng Rotterdam (Fort Rotterdam). Letaknya tak jauh dari Karebosi, jadi kami jalan santai saja ke sana. Fort Rotterdam ini juga disebut Benteng Penyu karena bentuknya yang seperti penyu yang menuju ke laut ketika dilihat dari atas. Pada saat kami masuk ke benteng ini, kami hanya dimintai sumbangan sukarela. Pada saat itu pula benteng ini sedang dalam masa renovasi yang sepertinya menyambut Visit South Sulawesi 2012. Agak kecewa karena kami berkunjung di 2012 tetapi tidak dapat menikmati objek wisata dengan maksimal. Alhasil kami hanya berkeliling benteng dan tak dapat masuk ke Museum La Galigo.

Bagian dalam Fort Rotterdam

Di seberang benteng ini adalah pelabuhan, sehingga banyak terlihat alat berat dan kontainer. Selain itu, terdapat pula dermaga yang menghubungkan daratan Kota Makassar dengan Kepulauan Spermonde. Apabila Anda tertarik mengunjungi pulau-pulau kecil di Makassar, Anda dapat naik perahu dari dermaga di seberang Fort Rotterdam ini. Karena waktu kami yang terbatas, kami hanya akan bermain di Kota Makassar saja.

Setelah berkeliling di Fort Rotterdam, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Losari, pantai paling eksis se-Sulawesi (mungkin), hehe. Jaraknya kira-kira 1 km dari Fort Rotterdam. Buruan utama kami di pantai ini adalah foto di depan tulisan raksasanya, hehe. Sore itu Pantai Losari cukup ramai dan cuaca sangat cerah. Nah, di sini, saya janjian dengan teman baru lagi yang saya kenal melalui CouchSurfing, namanya Kak Jenny.

Pantai Losari
(fotonya Dina)


Pisang Epe
(fotonya Dina)


Setelah berkenalan singkat antara kami berdua, kemudian saya mengenalkan Kak Jenny ke teman-teman. Sembari ngobrol-ngobrol, kami memesan pisang epe khas Makassar untuk dinikmati di tepi Selat Makassar. Banyak hal yang kami obrolkan, mulai dari pengalaman traveling, kehidupan kuliah, juga kehidupan di Kota Makassar ini. Tak terasa matahari sudah kembali ke peraduannya. Sayang awan tebal menutupi kepergian matahari, jadi tidak adasunset yang kami tunggu. Kami memutuskan untuk meninggalkan Pantai Losari untuk membeli oleh-oleh di Jalan Somba Opu dan makan malam di Mie Titi. Petualangan kami di Makassar masih berlanjut.

Tuesday 3 July 2012

#GrandTour: Kompleks Istana Kerajaan Gowa

Museum Balla Lompoa

Pit stop kami selanjutnya adalah Kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Setelah menempuh perjalanan 3,5 jam dari Parepare kami tiba tepat di pintu belakang Museum Balla Lompoa. Museum Balla Lompoa ini terletak di tengah Kota Sungguminasa. Museum ini merupakan rekonstruksi dari Istana Kerajaan Gowa.

Begitu masuk pintu gerbang, kesan pertama yang kami dapat adalah "yakin ini museum?!" karena terpampang plang tukang gigi di salah satu dindingnya. Setelah mengarah ke depan bangunan ternyata memang benar ini adalah Museum Balla Lompoa sesuai dengan papan nama museum. Kemudian kami mencoba masuk ke museum, tapi masih tutup. Tak menyerah kami pun mencoba bertanya ke sebuah rumah yang ada di belakang museum ini dan akhirnya dibukakan.

Di dalam museum terdapat peta kekuasan Kejayaan Gowa, pakaian kerajaan, peralatan kerajaan, juga ruang khusus yang menyimpan benda-benda milik Sultan Hasanuddin dan Syekh Yusuf. Ada pula mahkota asli miliki Kerajaan Gowa (disebut Salokoa) yang terbuat dari emas. Kami merasa eksklusif berada di dalam karena memang hanya kami berempat saja. Namun juga merasa tidak enak karena museum ini sepertinya hanya dibuka ketika hanya pengunjung. Tiket masuk pun tidak ada, tetapi untuk masuk ke ruang khusus tadi ada kotak sumbangan.

Salokoa (mahkota Raja-Raja Gowa)
Awalnya ekspektasi kami mengenai Museum Balla Lompoa ini adalah sebuah museum yang menampilkan kejayaan Kerajaan Gowa dan terdapat kegiatan-kegiatan menarik sehubungan dengan program Visit South Sulawesi 2012. Tapi ternyata berbeda 180 derajat. Sangat disayangkan, padahal Kerajaan Gowa memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia.
Di samping Museum Balla Lompoa terdapat sebuah bangunan kayu besar, yaitu Istana Tamalate. Istana Tamalate adalah istana pertama Kerajaan Gowa sebelum kota raja dipindahkan ke dalam Benteng Somba Opu. Istana Tamalate ini adalah replika dari istana asli yang sudah punah terkubur masa.

Berbeda dengan Museum Balla Lompoa, Istana Tamalate ini tampaknya tidak bisa dimasuki karena terkunci rapat dan sepertinya tidak ada penjaganya. Jadi, kami hanya mengambil foto dari depannya saja, hehe. (Mengenai Museum Balla Lompoa dan Istana Tamalate lebih lanjut klik di sini)

Selesai berkunjung ke kompleks Istana Kerajaan Gowa, selanjutnya kami menuju Lapangan Karebosi Makassar dengan pete-pete.

Monday 2 July 2012

#GrandTour: Misteriusnya Toraja dan Eksotisnya Gunung Nona

Gunung Nona

Sejujurnya, perjalanan ke Toraja jauh dari rencana awal kami. Mungkin hanya ada di Plan Z. Akan tetapi, ajakan dari Bella mengubah segalanya. Bella menawarkan kepada kami untuk berkunjung ke rumahnya di Parepare dan "mampir" ke Toraja. Wheeeeew, suatu tawaran yang sulit untuk ditolak, haha. Akhirnya, masuklah Toraja dalam rute perjalanan kami. Yeay!

Kami memulai perjalanan ke Toraja dari Parepare. Perjalanan Toraja-Parepare memakan waktu 4 jam dengan jalur yang super duper wow alias belak belok tajam yang sangat memusingkan. Belum selesai belok kanan, jalanan udah belok kiri, menanjak pula, sukses membuat penumpang pusing dan mual. Setelah perut kami dikocok, kami tiba di Toraja pukul 12 siang.

Objek wisata pertama yang kami kunjungi adalah Londa. Londa ini terletak sebelum Kota Rantepao, ibukota Kab. Toraja Utara. Di Londa ini terdapat bukit dan goa alami yang dijadikan pemakaman (meletakkan peti mati) masyarakat Toraja. Dinding-dinding tebing dan goanya banyak terdapat peti-peti mati. Tak hanya di dinding dan di dalam goa, lereng bukit pun juga menjadi tempat untuk meletakkan peti mati. Semakin tinggi peti mati diletakkan menunjukkan derajat orang di dalam peti mati tersebut juga semakin tinggi semasa hidupnya.


Tengkorak-tengkorak di bagian dalam goa di Londa
Londa tidak di pusat kota dan petunjuk jalan menuju lokasi tidak terlalu besar, sehingga Anda sebaiknya memperhatikan petunjuk jalan lebih teliti. Tiket masuk Londa sebesar Rp5.000/orang dengan harga sewa lampu petromak sebesar Rp25.000/lampu. Penyewaan lampu ini sebenarnya opsional dan sangat bermanfaat apabila Anda ingin masuk ke dalam goa. Ada guide yang akan mengantarkan Anda berkeliling dengan tip sukarela. Di Londa juga terdapat penjual souvenir khas Toraja.
Objek wisata kedua yang kami datangi di Toraja adalah Ketekesu. Ketekesu ini terletak lebih dekat dengan Kota Rantepao. Nah, di Ketekesu ini menampilkan kompleks rumah adat Toraja, Tongkonan yang atapnya berbentuk seperti perahu. Ini merupakan salah satu spot primadona di Toraja karena menampilkan keindahan arsitektur Toraja. Di Ketekesu ini kita juga dapat masuk ke dalam rumahnya.

Selain rumah adat Toraja, di Ketekesu ini juga terdapat area pemakaman seperti di Londa. Bedanya adalah dinding-dinding untuk meletakkan peti mati di sini tidak alami alias buatan manusia, seperti dilubangi atau disemen.
Tiket masuk di Ketekesu sama seperti Londa, sebesar Rp5.000/orang. Ketekesu ini terkenal dengan arsitekturnya yang sangat khas Toraja. Di Ketekesu ini kami menyempatkan piknik sejenak memakan makanan yang dibawa. Kami sengaja membawa makanan karena di Toraja agak sulit menemukan makanan halal. Bukan tidak ada rumah makan yang menjual makanan halal, namun jarang.
Kompleks Tongkonan

Setelah dari Ketekesu, kami mampir sejenak ke Pasar Rantepao untuk membeli titipan orang tua Bella. Kemudian kami kembali ke Parepare dengan jalur yang sama. Di tengah perjalanan, kami mampir dahulu di tepi jurang, tepatnya di Gunung Nona, Kabupaten Enrekang. Nama aslinya sebenarnya adalah Buntu Kabobong (dalam bahasa Enrekang artinya eksotis), tetapi lebih dikenal dengan nama Gunung Nona karena bentuk gunungnya yang unik dan eksotis. menyempatkan berfoto sejenak, kemudian kami melanjutkan perjalanan karena matahari sudah berpaling dari kami. One day trip ke Toraja ditutup dengan eksotis!
Selain Londa, Ketekesu, Rantepao, masih ada banyak spot-spot menarik di Toraja, seperti Batutumonga, Lemo. Kami tidak sempat mengunjungi spot yang lain karena keterbatasan waktu. Bagi Anda yang ingin ke Toraja dan mengeksplor lebih, sebaiknya bermalam di Rantepao.

#GrandTour: Bantimurung dan Parepare

Bantimurung
Air Terjun Bantimurung

Rencana ke Bantimurung sebenarnya agak ngumpet-ngumpet dan super singkat. Kami bertiga (saya, Riyan, dan Ade) sengaja nggak bilang Dina kalau kita mau pergi ke Bantimurung. Soalnya si Dina ini sebenarnya ingin ikut perjalanan kami karena dia ingin ke Bantimurung, tapi karena jadwal yang banyak jadi Bantimurung agak digeser, hehe. Nah kami berkesempatan ke Bantimurung karena penerbangan kami tiba di Makassar lebih dulu (3 jam lebih awal dari penerbangan Dina). Dan kesempatan super singkat ini kami manfaatkan saja, hehe.

Setibanya di Bandara Hasanuddin, kami menitipkan tas di tempat penitipan barang bandaara dengan biaya Rp11.000/tas. Kemudian ke jalan raya menggunakan shuttle bus bandara. Dari depan bandara kami menuju Terminal Pasar Maros dengan menggunakan pete-pete. Kemudian dari Terminal Pasar Maros tersebut naik pete-pete lagi sampai loket TN Bantimurung-Bulusaraung.

Di taman nasional ini, kami menikmati deru dan keindahan Air Terjun Bantimurung. Sungguh segar dan menentramkan. Airnya yang mengalir deras membuat suasana di Bantimurung ini semakin cool, hehe. Beberapa kali kupu-kupu terbang di sekitar kami. Warna-warninya indah. Suasana di Bantimurung ini memang asri dan indah.

Melihat jam yang sudah pukul 3 lebih dan rasa 'kesetiakawanan' kami kepada Dina, maka kami segera kembali ke bandara. Kali ini kami hanya naik pete-pete sekali saja karena pete-pete yang kami naiki menuju Terminal Daya Makassar. Perjalanan singkat ini memberi kesan pembukaan sangat baik di negeri Sultan Hasanuddin!


Parepare
Antena Satelit dan Kantor LAPAN Parepare

Kota Parepare menjadi hub antara Makassar dan Toraja. Posisinya bisa dibilang di tengah keduanya, sehingga cukup strategis. Selama di Parepare kami dijamu rekan kami yang tinggal di Parepare, Bella. Daaaaaaan Bella tinggal di Komplek LAPAN Parepare, whew, seru sekali, haha. Kedua orang tua Bella ini bekerja di Parepare, sehingga rumah mereka berada di dalam komplek yang hanya ada belasan rumah.

Komplek LAPAN ini berada di atas bukit, sehingga Kota Parepare dan Teluk Parepare dapat terlihat. Dan yang seru, di komplek ini ada beberapa antena satelit besar dan bangunan yang bisa dipanjat, hehe. Karena susah mendeskripsikan, lihat saja gambarnya:

Antena Satelit LAPAN Parepare

Kami tidak sempat menjelajah kota kelahiran Pak Habibie ini, sehingga sedikit cerita yang bisa dibawa dari Parepare. Tapi, berkeliling di Kompleks LAPAN ini adalah pengalaman unik tersendiri, hehe.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...