Tuesday 18 February 2014

Tiga Puluh Meter di Atas Pohon

Jembatan Kanopi Bukit Bangkirai, Kalimantan Timur
Pertama kali ke Kalimantan, tujuan saya ada dua: hutan dan Dayak. Di 2012 lalu kedua tujuan tersebut tercapai. Yah walaupun bukan hutan di daerah pedalaman, mencicipi hutan wisata sepertinya sudah cukup, hehe. Foto di atas merupakan foto jembatan kanopi di Bukit Bangkirai yang terletak tak jauh dari kota Balikpapan. Letaknya agak masuk ke dalam dari jalan utama Balikpapan - Samarinda. Tak banyak orang yang tahu memang, namun keinginan untuk masuk ke hutan dan menguji adrenalin membuat saya pergi ke sana. Tempat ini cocok untuk mennghirup udara segar dan mengetes adrenalin Anda, silakan dicoba sebelum batas waktu kekuatan jembatannya habis!

Friday 7 February 2014

Perjalanan Setahun: BEM FE UI 2013

 
Ada kalanya perjalanan tidak dengan naik pesawat, pergi ke suatu tempat, atau berfoto-foto


Tahun 2013 lalu menjadi tahun yang hmm... luar biasa, seru, penuh tantangan, dan penuh pembelajaran. Salah rasanya jika di blog ini tidak menuliskan salah satu catatan perjalanan yang menghiasi setahun penuh di 2013, yakni perjalanan bersama BEM FE UI 2013 (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia).

Ini adalah salah satu perjalanan terpanjang dan paling menantang. Melalui post ini saya berniat meninggalkan jejak perjalanan itu, walau hanya melalui beberapa foto saja.

Gili Trawangan
 


Sunday 2 February 2014

Menikmati Toba dari Dua Sisi: Tongging

Danau Toba dilihat dari Sipiso-Piso
 
Usai berkunjung ke Tomok, tujuan kami selanjutnya adalah Desa Tongging. Desa Tongging ini berada sisi utara Danau Toba, sementara Tuk-Tuk dan Tomok menghadap sisi timur Danau Toba. Desa Tongging merupakan desa terdekat dengan Air Terjun Sipiso-Piso yang menjadi tujuan kami selanjutnya. Dari Tomok, perjalanan kami menuju Desa Tongging harus dilalui dengan naik angkutan desa menuju Pangururan terlebih dahulu, dilanjutkan dengan menumpang minibus Sampri ke Simpang Merek, dan terakhir naik angkutan desa dari Simpang Merek ke Desa Tongging. Total waktu perjalanan hampir lima jam. Satu pengalaman yang sangat berkesan di perjalanan ini adalah di rute Pangururan di Pulau Samosir menuju daratan Sumatera, terutama dekat dengan Menara Pandang Tele. Pemandangan sepanjang jalan ini sangat luar biasa indah sekali (lebay tapi jujur), bahkan saya berani memasukkan jalanan ini dalam “top three best route in my life”.

Pemandangan dari Tele


Pemandangan menuju Desa Tongging

Di Desa Tongging, kami bermalam di Roman Sinasi Bungalow, bungalow cantik bergaya khas rumah adat Batak dengan taman yang asri dan sangat terawat. Karena kami tiba sudah malam, jadi kami memutuskan untuk istirahat di kamar dan mengobrol santai untuk menghabiskan malam.

Keesokan harinya kami bangun cukup pagi diisi dengan memandangi Danau Toba dari sisi yang berbeda ini. Di kejauhan terlihat sekelompok warga sedang melemparkan kail ke danau. Ada pula warga yang sedang berada di atas perahu mereka. Sebagian penduduk Tongging bekerja di bidang perikanan, terlihat dari beragamnya peralatan pancing dan sekat-sekat tambak di dekat penginapan dan pasar. Sekitar pukul sembilan pagi kami memutuskan berangkat menuju terminal Desa Tongging. Angkutan desa yang tersedia sudah sebagian terisi dan tak lama kemudian mulai berjalan. Perjalanan dari Desa Tongging ke Sipiso-Piso tak kalah keren dengan pemandangan di Tele. Jalanan yang menanjak membuat Danau Toba terlihat sungguh anggun dengan bukit-bukit hijau yang memagarinya. Perjalanan ke Sipiso-Piso ini hanya ditempuh dalam waktu dua puluh menit.

Air Terjun Sipiso-Piso
Air Terjun Sipiso-Piso terletak di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Dengan tinggi sekitar 120 meter, Sipiso-Piso terjun deras membelah bukit tinggi layaknya sebuah pisau tajam. Panorama air terjun Sipiso-Piso memang sungguh memesona. Dari salah satu balai istirahat, dapat dilihat secara bersamaan dua objek indah cipataan Tuhan, Danau Toba dan Air Terjun Sipiso-Piso. Suara derasnya air mengiringi perjalanan kami menuruni ribuan anak tangga yang mengarah ke dasar air terjun. Kami tak sampai ke dasar air terjun karena butuh tenaga ekstra kuat untuk menjangkaunya hingga ke bawah untuk kemudian naik lagi. Akan tetapi, perjalanan hingga balai istirahat ini sudah cukup untuk menikmati mahakarya bumi Sumatera Utara.

Setelah puas mengambil beberapa gambar, kami mengarah keluar untuk melanjutkan perjalanan. Dari pintu utama objek wisata Sipiso-Piso kami naik becak motor menuju Simpang Merek. Di Simpang Merek inilah perjalanan tiga hari dua malam di Danau Toba berakhir. Sebuah kisah perjalanan indah yang tidak akan saya lupakan. Wajib rasanya bagi orang Indonesia untuk berkunjung ke Danau Toba, dijamin Anda akan memperoleh pengalaman yang mengagumkan. Jika Anda memiliki waktu lebih ketika berkunjung ke Danau Toba, banyak objek wisata lain yang dapat dikunjungi juga, seperti Pagoda Taman Alam Lumbini, Kota Berastagi, Desa Silalahi, atau Pearl of Lake Toba. Intinya, Bumi Sumatera Utara menyimpang sejuta keindahan! Wonderful Indonesia!

Taman Alam Lumbini, Berastagi
Lihat tulisan sebelumnya: Menikmati Toba dari Dua Sisi: Tuk-Tuk

Menikmati Toba dari Dua Sisi: Tuk-Tuk

Danau Toba dan Sebuah Perahu

Sekitar lima puluh penumpang telah memenuhi Bus Sejahtera tujuan Parapat. Kenek bus selesai memasukkan barang-barang dan memberi kode pak supir untuk segera tancap gas. Pagi itu saya dan dua teman saya telah duduk manis dalam bus tersebut. Kami akan mengunjungi Pulau Samosir dan Danau Toba. Setibanya di Parapat nanti, kami akan naik feri menyeberangi Danau Toba menuju Samosir. Bus berangkat pukul delapan pagi dari Terminal Amplas di Kota Medan.

Cuaca sangat cerah pagi itu. Bus berjalan mulus melewati ‘hutan’ sawit di Sumatera Utara. Yap, Sumatera Utara adalah salah satu produsen kelapa sawit terbesar di Indonesia. Di dalam bus, tepat di kiri saya, terdapat dua wisatawan asing yang terus menerus mengobrol sepanjang perjalanan. Dugaan saya mereka berasal dari Eropa karena sesekali mereka menyebut beberapa kosakata dalam bahasa Jerman yang saya pelajari semasa SMA. Setelah melewati Kota Pematangsiantar, cuaca di luar sedikit berawan dan suasana dalam bus mulai lebih tenang. Tak berselang lama, mulai terlihat Danau Toba. "Nampaknya perjalanan ini akan menjadi indah," gumam saya dalam hati.

Setelah menempuh perjalanan tiga jam, bus berhenti di sebuah dermaga. Saya, dua orang teman saya, dan sepasang bule tadi turun dari bus. Kami semua turun di Dermaga Tigaraja untuk melanjutkan naik feri ke Pulau Samosir. Kini, di depan saya terbentang danau vulkanis terbesar di dunia. Sepanjang mata memandang terlihat genangan air yang dikelilingi bukit-bukit hijau. Memang, dahulu kala danau ini merupakan gunung api purba. Sebuah letusan mahadahsyat memecahkan puncak gunung dan menciptakan kawah berukuran besar dan berisi air. Kawah itulah kini yang disebut Danau Toba. Tak heran jika sekeliling mata memandang terlihat perbukitan yang mengelilingi danau.

Feri menuju Pulau Samosir

Tak perlu menunggu lama, feri yang kami naiki mulai meninggalkan dermaga. Dari dermaga ini kita dapat menuju Tomok atau Tuk-Tuk. Keduanya merupakan dermaga sekaligus destinasi wisata yang terletak di Samosir. Tujuan saya saat itu adalah ke Tuk-Tuk yang merupakan lokasi wisata dengan banyak penginapan, sementara Tomok memiliki peninggalan sejarah dan budaya yang akan kami kunjungi esok hari. Feri yang kami tumpangi akan mengantarkan penumpang langsung ke dermaga-dermaga privat yang ada di setiap penginapan. Di Tuk-Tuk saya memilih menginap di Hotel Carolina. Selain menghadap langsung ke danau, Hotel Carolina juga memiliki banyak pilihan kamar dengan harga yang terjangkau sesuai kantong mahasiswa.

Perjalanan feri dari Tigaraja ke Samosir hanya membutuhkan waktu dua puluh menit dengan tarif tujuh ribu rupiah per orang (2012). Saya dan dua teman saya langsung bergegas membawa barang bawaan setibanya di dermaga hotel. Kami memilih kamar yang menghadap langsung ke Danau Toba. Kali ini pilihan menginap kami tepat, begitu jendela kamar dibuka lebar terpampanglah si cantik Danau Toba. Nampaknya umur saya akan panjang jika setiap hari melihat keindahan alam di sini.

Pemandangan dari kamar, indah!
Usai beristirahat sejenak dan membersihkan badan, kami memutuskan untuk menyewa sepeda hotel dan mencari makan di luar. Menyewa sepeda menjadi pilihan yang menarik mengingat udara sejuk di sini yang jarang kami hirup di Jakarta. Setelah mengayuh kira-kira satu kilometer, terdapat sebuah rumah makan Padang kecil dekat dengan Bukit Layang-layang yang menjadi pilihan untuk istirahat dan makan sejenak. Selain karena sudah sangat lapar, pemandangan dari tempat ini sungguh indah dengan bukit hijau yang lapang. Usai menyantap seporsi rendang kami melanjutkan perjalanan di seputar Tuk-Tuk ini. Nampaknya perjalanan tak berlangsung mulus. Jalanan di Tuk-Tuk ini menanjak dan turunan, jadi pilihan naik sepeda, hmm sepertinya perlu dipikirkan ulang bagi Anda yang jarang berolahraga seperti kami, haha.



Gerbang masuk Tuk-Tuk
Usai tertatih-tatih mengayuh sepeda selama dua jam, kami kembali ke penginapan. Area Tuk-Tuk malam hari tak seramai yang saya bayangkan sebelumnya. Hanya ada beberapa kafe yang buka malam itu. Kami memutuskan untuk menghabiskan malam di kamar dengan istirahat ditemani siaran televisi.

Esok paginya kami bangun lebih cepat untuk merasakan matahari pagi dari tepi Danau Toba. Pagi itu kami berkeliling hotel yang cukup luas ini. Sudah banyak tamu hotel yang beraktivitas dan mayoritas adalah wisatawan asing. Ada yang berenang di kolam renang, ada yang naik speed boat, ada pula yang membaca buku. Saya memilih bermain air saja di kolam sembari mengambil beberapa foto pemandangan. Kedua teman saya juga asyik bermain air sembari memanjakan mata dengan melihat keindahan danau ini. Sekitar pukul sepuluh pagi kami ke luar dari penginapan dan bergegas menuju Tomok menggunakan travel hotel. Jarak dari hotel menuju Tomok sekitar empat kilometer. Tujuan kami pagi itu adalah Museum Batak Tomok, Makam Raja Sidabutar, dan Sigale-Gale.

Sigale-Gale

Di dalam museum terdapat berbagai benda kerajinan masyarakat Batak, termasuk berbagai macam kain ulos. Museum Batak ini berbentuk Rumah Adat Batak Toba dan relatif kecil sehingga dapat dieksplorasi dalam waktu lima belas menit saja. Selanjutnya kami berkunjung ke Makam Raja Sidabutar. Raja Sidabutar adalah penguasa Tomok pada masa lalu. Kompleks makam ini sangat terawat dan bersih. Para pengunjung akan dipinjamkan kain ulos dan dibagi ke dalam beberapa kelompok. Saat itu kelompok kami mayoritas adalah wisatawan Eropa, sehingga pemandu wisata menggunakan bahasa Inggris dalam menjelaskan berbagai informasi terkait Raja Sidabutar dan budaya Batak. Jika mayoritas pengunjung adalah warga China, pemandu akan menjelaskan dengan bahasa China. Di akhir, pengunjung diberi waktu untuk berfoto. Kemudian, kami melanjutkan ke objek wisata Sigale-Gale. Sigale-Gale merupakan boneka mistis yang konon dapat bergerak seperti manusia. Pengunjung dapat menikmati pertunjukkan budaya Sigale-Gale ini, namun karena waktu kami tak banyak, jadi kami hanya berfoto saja.

Lihat tulisan selanjutnya: Menikmati Toba dari Dua Sisi: Tongging

Fajar Menyingsing di Selatan Banten

Pantai Pulau Manuk, Banten

Tahun 2014 kita awali dengan terbitnya matahari dari atas sebuah jembatan di dekat Pantai Pulau Manuk. Letaknya di Banten Selatan, sangat dekat dengan Sawarna. Foto ini diambil di bulan April 2013 ketika pembubaran BEM FEUI 2012. Baiklah walau telat satu bulan, Selamat Tahun Baru 2014!
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...