Wednesday, 6 April 2011

Lampung: Banten Ekspres yang Tak Terlupakan

Juni tahun lalu (2010) merupakan momen tak terlupakan bagi saya. Saya pergi ke Lampung selama tiga hari dua malam. Ini adalah pengalaman solo traveling pertama saya. Ditambah ini saat pertama saya ke Sumatera dan saat pertama naik feri. Mengapa Lampung? Karena saya pikir posisinya tak jauh dari Jakarta dan Lampung terletak di sisi barat Indonesia yang jarang saya jamahi. Selain itu ide jalan ke Lampung ini diinspirasi oleh tulisan di blog jejakbackpacker yang saya baca dua-tiga hari sebelumnya. Dan di suatu Senin yang cerah, saya memberanikan diri menuju Stasiun Jakarta Kota.

Saya merencanakan menggunakan kereta menuju Merak kemudian dilanjutkan dengan feri ke Bakauheni dan menuju Bandar Lampung dengan bus. Sebenarnya ada alternatif lain menggunakan bus menuju Merak atau bahkan langsung ke Bandar Lampung dengan Damri. Akan tetapi hitung-hitungan saya dan jiwa petualang saya memilih memanfaatkan jasa Kereta Banten Ekspres.

Saya berangkat sekitar pukul enam pagi dengan Transjakarta dari halte Pasar Cempaka Putih (Koridor II) hingga ke Halte Kota (Koridor III). Bus masih belum begitu sesak. Saya tiba di Stasiun Jakarta Kota yang unik ini sekitar pukul tujuh kurang lima belas menit. Langsung membeli tiket Banten Ekspres seharga Rp5.000 (per Juni 2010). Saya lihat di papan pengumuman, kereta akan berangkat pukul 07.10 dan tiba di Stasiun merak pukul 11.48. saya pikir cukup masuk akal lah dengan biaya yang saya keluarkan. Saya menunggu sekitar dua puluh menit. Suasana stasiun cukup nyaman dengan dekorasi khas wilayah Kota ini. Akhirnya kereta datang dengan kondisi kosong. Saya naik dan memilih tempat duduk di gerbong ketiga. Setelah beberapa menit menunggu, kereta berangkat dari stasiun sekitar jam setengah delapan.

Kereta Banten Ekspres

Sumber: raditzky.co.cc

Saya hanya duduk sepanjang perjalanan dan menonton lalu lalang para pedagang atau penumpang di depan saya. Kereta atau tepatnya kursi di gerbong yang saya duduki mulai penuh setela melintas Stasiun Duri. Dan semakin sesak di stasiun-stasiun berikutnya karena penumpang terus masuk dan tak ada penumpang yang turun. Akhirnya Banten Ekspres ini benar-benar full layaknya KRL Ekonomi Jakarta-Bogor. Entah pukul berapa kereta melintas ke luar dari Jakarta saya tidak begitu memperhatikan.

Kurang lebih pukul sepuluh kereta berhenti di sebuah stasiun kecil di tengah sawah. Tak tahu apa yang dilakukan kereta ini. Saya menoleh ke kanan ke kiri menemukan ada sepasang kambing ikut berhimpitan di dalam gerbang. Suara orang menjajakan permen, minuman, tahu, perabot rumah tangga, mainan, koran, daaaaaaaaan lain-lain tak henti-hentinya membisingi telinga saya. Saya juga coba memutarkan pandangan mencari jika ada sebuah toilet di kereta ini karena saya merasa butuh membuang air kecil. Saya menemukan sebuah ruang yang sangat tertutup di pojok jauh sana. Saya kurang yakin bahwa itu toilet karena para penumpang dengan santainya berada di sekitar situ. Akhirnya kereta terus melaju.

Banten Ekspres ini mulai aktif menurunkan dan memasukkan penumpang setelah berada di Serang. Ada yang sudah memiliki tiket, ada yang baru bayar di atas, tumplek nggak jelas di dalam kereta. Kembali setelah satu jam berhenti lama di stasiun yang saya tidak tahu namanya tadi, kereta berhenti lagi. Kini di stasiun yang cukup besar yang terlihat dari ciri-cirinya bahwa ini stasiun. Saya mulai berpikir apabila kereta berhenti sama lamanya ketika di stasiun tadi, saya akan turun dan mencari toilet yang ada di stasiun. Sayangnya ketika niat saya sudah timbul, kereta sudah berjalan. Ya sudah lah hajat ini masih tersimpan.

Di sebuah kondisi yang tidak bisa saya jelaskan, saya sudah merasa tidak bisa menahan lagi. Saya bertekad pasti akan turun di stasiun selanjutnya bagaimana pun kondisinya, berhenti lama atau tidak. Risiko yang saya hadapi teramat sangat besar, saya akan ditinggal kereta di tempat yang juga teramat sangat asing ini. Sepuluh menit berselang terlihat aroma stasiun. Saya berdiri dari tempat duduk saya, mendekati pintu kereta. Kereta belum benar-benar berhenti, saya memberanikan meloncat untuk segera ke toilet yang saya lihat di dekat pintu keluar stasiun, sudah tidak bisa saya tahan!!!!!

Jeng-jeng. Saya merasa sangat lega, tetapi jauh sangat deg-degan. Tak berani telinga mendengar suara khas kereta berangkat. Masih di toilet, suara yang tidak ingin saya dengar itu terdengar. Waduh! Langsung tanpa pikir panjang, cuci tangan , cuci yang lain, dan LARI! Saya berlari kencang menuju kereta dan terlihat beberapa sentimeter kereta sudah berpindah maju, saya melompat naik ke dalam gerbong terakhir. SELAMAT! Ini lah perasaan yang sangat lega selega-leganya. Dan mengapa judul posting saya ini adalah tak terlupakan karena memang cerita bersejarah ini tak secuil pun akan terkelupas dari memori saya.

Kereta terus berlanjut. Setelah sepanjang perjalanan sabelum saya turun, saya mendapat tempat duduk, tidak untuk kali ini. Sekarang saya berdiri di dekat pintu menatap hamparan sawah dan pohon-pohon yang hampir selalu ditemui sepanjang perjalanan. Arloji saya sudah menunjukkan pukul 12.45, tetapi tak terlihat kereta akan berhenti padahal sudah lebih dari satu jam dari jadwal.

Akhirnya saya dapat tempat duduk setelah ada sepasang muda-mudi turun di sebuah stasiun kecil dekat bukit. Saya menanyakan kepada seorang ibu yang sedang menyusui anaknya mengenai Stasiun Merak. Si ibu mengatakan masih ada dua stasiun lagi, saya mantuk-mantuk saja dan berharap segera tiba di lokasi. Sekitar pukul 13.30 kereta menurunkan kecepatannya dan beberapa orang mengatakan Merak-Merak. Sedikit senang bercampur banyak kecewa. Senang karena sudah tiba di stasiun tujuan terakhir dan kecewa karena kereta terlambat hingga dua jam. Jadi total Jakarta Kota menuju Merak adalah enam setengah jam. Terlebih lagi tak ada toilet di kereta!

Satu tantangan selesai, masih menunggu yang lainnya.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...