Di dalam mobil yang mau memberikan tumpagan kepada saya itu kami mengobrol ringan. Membicarakan hal-hal kecil di seputar Semarang sini. Membicarakan kehidupan Mas Adi, namanya, yang bekerja mengantarkan sayur-sayuran ke pasar. Obrolan cukup berat ketika saya tanyakan mengenai pemilu di Kabupaten Semarang ini. Mas Adi menjawab sekarang tidak ada pejabat yang benar. Mereka hanya memerhatikan warga saat kampanye saja, selanjutnya sudah ngurus diri sendiri. Akhirnya kami turun di salah satu halte di dekat Pasar Ambarawa, saya membayar enam ribu rupiah seperti perjanjian di awal dan tak lupa mengucapkan terima kasih banyak.
Perjalanan kami belum selesai, kami masih harus mencari bus kecil menuju Semarang. Setibanya di Semarang nanti, kami akan bertemu dengan rekan SMP kami yang sudah dua tahun terakhir tinggal di Semarang. Tak lama sebuah bus kecil yang kami cari datang dan kami segera naik. Perjalanan ke arah Semarang cukup lancar walau di Ungaran tersendat sedikit. Kami tiba di Semarang, turun di dekat Masjid Baiturrahman Semarang dan salat Ashar di masjid itu.
Pada pukul enam lima belas, rekan kami datang ke Masjid Baiturrahman dengan mobil bersama ibunya dan kami diajak ke rumah mereka. Setiba di rumah teman kami, kita salat Maghrib bersama dan setelah itu kami keluar rumah untuk makan malam bertiga diantar supir teman kami. Kami memilih makan soto di sebuah rumah makan besar di Kota Semarang ini. Selesai menutupi kelaparan, kami menuju Semarang Timur ke Masjid Agung Jawa Tengah yang megah dan unik.
Masjid Agung Jawa Tengah
Tiba di masjid ini, di depan terdapat enam air mancur mini yang menggambarkan enam rukun iman. Kemudian ada lima tulisan rukun Islam di antara enam air mancur tadi. Yang cukup menonjol dari masjid ini adalah menara masjid setinggi 99 meter yang dapat kita jangkau dengan menggunakan lift. Menara ini disebut juga Menara Asmaul Husna. Setelah memarkirkan mobil, kami menuju dasar menara untuk membeli tiket sebelum naik ke atas. Harganya Rp5.000 (per Mei 2010).
Menara Asmaul Husna
Selain digunakan untuk memandangi Kota Semarang dari ketinggian, di menara ini juga terdapat perpustakaan dan rumah makan. Kami tidak kedua tempat tersebut karena sudah tutup dan kami sudah makan. Memang, dari menara ini terlihat keindahan lampu-lampu Kota Semarang. Pusat kota, kota atas, pelabuhan, bandara, rumah-rumah, semua terlihat dari sini. Sebuah pemandangan yang mengasyikan dan indah. Di sini juga disediakan teleskop untuk melihat pemandangan lebih detil. Dengan memasukkan sebuah koin Rp500 kita bisa menggunakannya. Selesai menikmati keindahan dari atas, kami turun ke bawah untuk masuk ke masjid. Lapagan masjid ini berkeramik, di sini bisa juga digunakan untuk salat. Di atasnya ada payung raksasa yang bisa terbuka sebagai atap, biasanya dibuka jika ada hari raya Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Di lapangan ini juga terdapat 25 pilar yang menyangga tulisan-tulisan Arab. Kedua puluh lima pilar ini menunjukkan jumlah nabi dan rasul sebanyak 25.
Bagian dalam masjid
Kemudian kami masuk ke masjid dan melaksanakan Salat Isya di sana. Karena sudah malam dan sepi, jadi pintu utama tidak dibuka. Kami masuk melalui pintu bawah. Di dalam memang sangat sepi, hanya kami berdua yang ada di sana. Selesai salat, kami keluar dan segera menuju tempat selanjutnya sekaligus yang terakhir untuk hari ini, yakni Kelenteng Sam Poo Kong di wilayah pecinan di Semarang.
Kelenteng ini cukup sepi di malam hari (ya iya lah). Ketika kami ke sana ada sekitar satu keluarga Tionghoa yang sedang beribadah. Dekorasi merah dan lilin-lilin mendominasi nuansa kelenteng ini di malam hari. Patung-patung berbau Tionghoa banyak di sini. Di bagian belakang tempat peribadahan ada dinding yang diukir menggambarkan sejarah kedatangan Laksamana Cheng Ho di bumi Semarang ini. Setelah cukup bermain di kelenteng, kami diantarkan rekan kami kembali ke rumah tante saya. Terima kasih, kawan!
(cerita berlanjut ke edisi di Solo dan Jogja)
No comments:
Post a Comment