Sunday, 10 April 2011

Semarang: Bertualang di Ambarawa dan Gedong Songo

Esok harinya kami bangun pagi-pagi dan segera mandi dan sarapan untuk melanjutkan perjalanan ke luar Kota Semarang. Selesai makan kami langsung ke jalan raya dan mencari angkutan yang menuju Banyumanik . Kami menaiki bus mini yang mengarah ke Tugu Muda dan kemudian akan menuju Banyumanik . Kami tiba di di depan pom bensin Banyumanik sekitar pukul setengah sembilan pagi. Di situ kami menunggu bus tujuan Ambarawa. Sebelumnya saya bertanya dulu kepada orang-orang yang ada di sekitar situ tarif yang harus dibayar. Kisarannya sekitar enam ribu ribuan. Selesai mendapat informasi, kami naik bus pertama yang datang.

Bus melaju melewati jalanan Kota Semarang. Tak lama kami sudah meninggalkan Kota Semarang dan masuk ke ibukota Kabupaten Semarang, yakni Ungaran. Di Ungaran ini perjalanan agak tersendat karena ada pasar yang harus dilewati, jalan ini sedang atau tidak sedang Lebaran tetap saja macet. Ke luar dari kemacetan bus menambah kecepatan menuju ke selatan ke arah Bawen. Di persimpangan Bawen bus berbelok ke kanan ke Kota Ambarawa. Di kota Ambarawa ini lah aku dilahirkan.

Sekitar tiga puluh menit dari persimpangan Bawen, kami turun, tepatnya di dekat patung tank depan Monumen Palagan Ambarawa. Kami menyeberang dan masuk ke Palagan Ambarawa ini. Membayar tiket sebesar Rp2.000/orang (per Mei 2010). Palagan Ambarawa ini salah satu bukti kegigihan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Tengah dalam mengusir penjajah. Saat kami masuk ke kawasan ini, kondisinya sangat sepi. Mungkin hanya kami berdua pengunjung yang ada di sini. Kami berputar-putar di monumen ini, membaca-baca tulisan yang tertera di sana-sini.

Monumen Palagan Ambarawa

Selesai di Monumen Palagan Ambarawa, kami melaju turun ke bawah ke jalan di depan monumen ini. Tujuan kami selanjutnya adalah Museum Kereta Api Ambarawa yang terkenal itu. Jarak antara monumen dan museum tidak begitu jauh, kira-kira lima belas menit jalan kaki santai. Tiba di museum, kami membayar tiker Rp4.000/orang (per Mei 2010). Di museum ini suasana lebih ramai dibanding di monumen. Ada beberapa wisatawan asing di sana. Kami jalan-jalan masuk ke dalam ruang pameran, melihat-lihat kereta zaman dulu dan arsitektur bangunan museum ini. Sayang kami tidak mencoba menggunakan lori yang ada karena waktu kami yang terbatas. Sekitar empat puluh menitan di dalam museum ini, kami keluar dan akan menuju tempat selanjutnya, Kota Bandungan.

Museum Kereta Api Ambarawa

Cuaca siang ini sanat-sangat panas. Kami membeli es krim dulu di convenience store di samping jalan menuju Museum Kereta Api Ambarawa. Saat membayar, saya bertanya angkutan apa yang harus digunakan untuk menuju Bandungan, sang kasir menjawab naik angkot hijau hingga Polin (Toko Roti Pauline) terus dilanjutkan dengan angkot warna merah (kalau tidak salah) ke Bandungan. Kami mengikuti petunjuk kasir itu, naik angkot hijau dulu kemudian dilanjutkan angkot yang menuju Bandungan. Di depan Toko Pauline ini sebenarnya ada dua jenis angkot menuju Bandungan, yang satu memang berhenti di Bandungan dan yang satu lagi menuju Sumowono dan melewati Bandungan. Kami memilih saja angkot yang memang berhenti di Bandungan. Angkot mulai penuh dan kami pun berangkat.

Bandungan adalah kota wisata yang terletak di Kabupaten Semarang. Ini merupakan salah satu tempat berlibur favorit warga Semarang, seperti Puncak untuk warga Jakarta dan Lembang untuk warga Bandung. Kondisi kota ini dingin. Kami tiba di Bandungan kira-kira pukul satu siang dan lalu lintas di Bandungan ini sangat lengang. Ini lah untuk pertama kalinya saya ke Bandungan dan melihat Bandungan sesepi ini. Biasanya sangat ramai penuh kendaraan dan selalu macet. Kami berjalan sebentar di Bandungan ini, membeli makanan ringan untuk dilanjutkan ke Candi Gedong Songo yang letaknya sekitar enam kilometer dari sini. Kemudian kami menunggu angkot yang meuju Gedong Songo di sebuah persimpangan. Angkot pertama datang, tapi sangat penuh. Begitu pula angkot kedua yang datang dua puluh menit kemudian. Karena kami orang yang tidak begitu suka menunggu, kami memutuskan berjalan kecil ke arah Gedong Songo. Sekitar tiga puluh menit berjalan tak muncul angkot itu, kami terus berjalan hingga kira-kira tiga kilometer, waw! Akhirnya kami naik angkot setelah karena kami merasa sangat lelah.

Hanya lima menit kami naik angkot, kami sudah tiba di persimpangan jalan menuju Candi Gedong Songo. Untuk mencapai pintu gerbang candi, kami naik ojek. Awalnya tukang ojek mengatakan per orang membayar Rp20.000. kami menolak karena berdasarkan referensi kami bisa ke sana dengan hanya Rp10.000. Setelah berdebat sedikit akhirnya setuju, kami naik satu ojek dengan biaya Rp10.000 dan berdua. Jalan menuju candi ini sungguh indah, semua hijau di sana sini. Karena tingginya lokasi ini, kita juga dapat mellihat Kota Ambarawa dari kejauhan dan Rawa Pening yang biru. Sungguh indah melihat alam ini.

Pemandangan menuju Gedong Songo

Kami tiba di lokasi candi dan salat Dzuhur terlebih dahulu di dekat loket. Kemudian kami membayar tiket masuk sebesar Rp5.000 per orang (tarif hari biasa, per Mei 2010). Perjalanan baru dimulai sebenarnya. Tak jauh, candi I dan II sudah terlihat. Kemudian jalanan masih menanjak dan angin dingin berhembus. Kami merasa sudah sangat lelah di sini. Sungguh sangat lelah, jadi kami hanya jalan-jalan kecil untuk menuju candi III, IV, dan V. Kami menghentikan langkah di candi V ini. Kami duduk cukup lama di sini. Beruntungnya, cuaca yang terlihat dari sini sungguh menakjubkan. Rawa pening terlihat sangat indah di bawah sana. Asap putih dari tempat pemandian di kawasan ini juga membuat eksotis pemandangan.

Candi Gedong Songo

Cukup menikmati pemandangan, kami mulai turun. Karena sangat lelah kami berjalan santai menuruni jalan setapak. Akhirnya kami tiba juga di pintu keluar. Dan kami bingung bagaimana kami harus turun ke bawah karena tidak ada ojek di sini. Kami coba mencari-cari tidak ada tukang ojek atau pangkalan ojek di sini. Akhirnya kami mencoba mengikuti jalan turun ke bawah. Jarak dari pintu masuk candi hingga ke jalan raya kira-kira tiga kilometer. Kami mencoba merasa kuat dan mampu. Alhasil setengah jam lebih atau bahkan satu jam kami berjalan, tiba juga kami di jalan raya. Benar-benar hari yang melelahkan.

Suasana di lingkungan Candi Gedong Songo

Masalah belum selesai, kami harus mendapatkan angkot menuju Bandungan atau Ambarawa. Mencoba bertanya-tanya di sekitar, orang-orang mengatakan bahwa jam-jam tigaan ini memang jarang angkot ke arah Bandungan/Ambarawa. Di tengah keputusasaan dan kelelahan kami, tiba-tiba muncul sebuah mobil pick-up yang menawarkan tumpangan menuju Ambarawa. Waw layaknya oasis di tengah gurun, dengan sangat senang kami menerimanya. Sungguh baik budi si pengemudi, alhamdulillah, hidup kami berlanjut.

1 comment:

  1. keren jiwa petualangnya, mesti nonton winter sleep nih, seorg pemuda yg tamu hotel di film ini punya prinsip hidup tanpa rencana alias day to day walaupun sedang traveling, spy selalu bertemu suprise setiap hari...

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...