Tuesday 31 May 2011

Istana Bogor Open 2011

Istana Bogor

Selama ini agak sukar untuk menikmati keindahan Istana Bogor dari dalam, karena tidak semua orang diperbolehkan masuk. Namun pada 13-16 Juni mendatang, masyarakat umum berkesempatan untuk masuk.

Pemerintah Kota Bogor akan menjadikan Istana Bogor Open, sebagai salah satu rangkaian Peringatan Hari Jadi ke-529 Bogor. Kegiatan itu, selain untuk memperkenalkan salah satu warisan budaya, juga diharapkan juga menjadi daya tarik wisata karena tidak mudah untuk bisa masuk ke Istana Bogor pada hari biasa.

Ketua Panitia Hari Jadi ke-529 Bogor yang juga Asisten Tata Praja Kota Bogor, Ade Syarif Hidayat, Senin (30/5), mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat permohonan ke Sekretariat Negara di Jakarta, dan sedang menunggu surat balasan.

Segera setelah ada balasan, pihaknya akan membuka pendaftaran bagi warga yang tertarik.

"Kami berharap segera mendapat balasan. Kegiatan ini tidak hanya untuk warga Kota Bogor. Dari luar kota juga boleh, bahkan wisatawan mancanegara juga boleh. Kegiatan ini tidak dipungut biaya," tuturnya.

Istana Bogor menurut Kampoengbogor.org, dibangun pada tahun 1744-1750, sebagai rumah peristirahatan oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff. Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles pada 1811 menjadikan Istana Bogor sebagai istana kediaman resmi. Pada 1834 istana itu sempat rusak akibat gempa letusan Gunung Salak. Pada 1850, istana itu kembali dibangun.

Sumber:

Thursday 26 May 2011

Bukittinggi: Jam Gadang dalam Kamera

Jam Gadang di pagi hari (BW)

Jam Gadang Berbingkai Pohon

Mengukur Jam Gadang

Jam Gadang dan Langit Bukittinggi

Puncak Jam Gadang

Bukittinggi: Bertualang dengan "Teman Baru"

Alhamdulilah kami langsung saling mengenali. Berkenalan sebentar, kemudian kami ngobrol. Uda Andry banyak cerita tentang pengalamannya selama tergabung dengan CouchSurfing, kami menceritakan agenda kami selama di Sumatera Barat ini. Kemudian kami betiga beranjak pergi menuju Pasar Atas karena sebelumnya saya me-request Uda Andry untuk mengantarkan kami ke tempat oleh-oleh di Bukittinggi. Selama jalan kaki menuju tempat yang Uda Andry rekomendasikan, kami saling berkomunikasi. Saya dan teman saya banyak bertanya mengenai Bukittinggi atau Sumatera Barat. Sampai di toko, kami membeli pernak-pernik kecil buah tangan untuk orang rumah atau teman di kampus.

Oleh-oleh di Pasar Atas

Selesai membeli ini itu, Uda Andry menawarkan kita menuju Pasar Bawah tepatnya ke Rumah Kelahiran Bung Hatta. Untuk menuju lokasi kita melewati Janjang 40 (Jenjang Empat Puluh). Sebenarnya ada lebih dari 40 anak tangga, tapi ada yang mengatakan Janjang 40 dihitung dari anak tangga yang tajam. Kemudian kami berjalan kurang lebih 500 meter untuk sampai ke lokasi.

Janjang 40

Sisi depan Rumah Kelahiran Bung Hatta

Dari luar, rumah ini sangat sederhana dan sangat terawat. Rumah bercat putih ini terletak di Jalan Soekarno-Hatta. Di dalam rumah ini banyak foto-foto Bung Hatta dan keluarga. Selain itu, perabot rumah tangga seperti meja, kursi, tempat tidur, dan lemari juga masih dirawat. Sungguh serius pemerintah setempat dalam mengelola tempat lahir Sang Proklamator. Rumah ini terdiri dari dua lantai dan kamar tempat Bung Hatta lahir ada di lantai 2. Di bagian belakang rumah ada gudang tempat penyimpanan kendaraan, dapur, kamar mandi, dan kamar bertuliskan ‘kamar bujang’. Di samping rumah juga terdapat kandang kuda. Sangat senang rasanya mendapat kesempatan mengunjungi tempat ini.

Rumah Kelahiran Bung Hatta

Selesai mengabadikan spot-spot menarik, kami bertiga melanjutkan perjalanan. Uda Andry mengajak kami kembali ke Pasar Atas melalui jalan yang berbeda. Ternyata Uda Andry mengajak kami mampir dulu untuk makan nasi kapau. Katanya belum datang ke Bukittinggi kalo belum makan nasi kapau. Tak bisa ditolak nih, apalagi kami dibayarin Uda Andry. Sungguh sangat nikmat rasanya makan siang kali ini. Saya pun makan sambil keringatan karena lidah saya jarang mencicipi cabe dan kali ini segala yang dimakan berbumbu pedas. Tak apa lah sekali-kali. Oh iya, terima kasih ya Uda atas welcoming lunch-nya.

Selesai makan dan arlojiku sudah menunjukkan pukul 12 siang, kami kembali ke hotel. Rencana kami berikutnya adalah menuju kota kedua, kota yang terkenal dengan tambang batubaranya, yakni Sawahlunto. Berdasarkan googling di internet dan bertanya kepada orang hotel, untuk menuju Sawahlunto kami harus menuju Terminal Aur Kuning dulu kemudian menggunakan travel Emkazet (MKZ) tujuan Bukittinggi – Sawahlunto. Kami check-out dan bersama Uda Andry menuju terminal menggunakan angkot. Beruntung bagi kami karena rumah orang tua Uda Andry dekat dengan terminal jadi kami ada teman hingga terminal.

Sekitar 20 menit di dalam angkot, kami tiba di Terminal Aur Kuning yang sangat ramai, baik oleh bus dan truk, juga ramai oleh manusia. Terminal ini kata Uda Andry juga merupakan transit barang dagangan dari kota-kota besar di Sumatera untuk didistribusikan di wilayah Sumatera Barat. Kemudian kami mencari loket MKZ yang terletak di pojok. Beruntung masih ada tiket untuk 2 orang dan kami hanya perlu menunggu lima belas menit. Tiket Bukittinggi – Sawahlunto sebesar 15.000 rupiah. Pukul satu siang, mobil datang, kami mengucapkan terima kasih yang teramat sangat kepada Uda Andry yang baik hati mau mengajak kami jalan-jalan dan membelikan kami makan siang yang enak. Kami naik dan duduk sesuai nomor yang tertera di tiket kami. Selamat tinggal Bukittinggi! Terima kasih Uda Andry!!

Bukittinggi: Fort de Kock dan Kebun Binatang Kinantan

Keesokan paginya saya bangun jam setengah enam, mandi kecil-kecilan dan salat Subuh. Lalu saya membangunkan teman saya. Rencananya pagi ini kami akan berkeliling lagi. Starting point-nya tetap, Jam Gadang. Di seputar Jam Gadang ini terdapat Istana Bung Hatta dan sebuah tugu yang bernama Tugu Pahlawan Tak Dikenal. Rute kami pagi ini adalah menuju ke arah Benteng Fort de Kock dengan menyusuri Jalan Ahmad Yani. Bukittinggi di pagi ini sungguh sepi sekali. Jika kemarin siang jalanan ini disesaki mobil dan pendatang, pagi ini masih nampak kosong melompong. Keputusan yang tepat memperoleh ketenangan di kota ini.

Istana Bung Hatta

Tugu Pahlawan Tak Dikenal

Toko-toko di bilangan Jam Gadang masih tutup, mobil-mobil tak ada yang melintas, sungguh damai pagi ini. Kami terus melintas ke arah Pasar Bawah. Dari kejauhan terlihat sebuah jembatan yang unik. Tebakan saya ini adalah Jembatan Limpapeh. Jembatan Limpapeh adalah jembatan yang menghubungkan Benteng Fort de Kock dengan Kebun Binatang Kinantan. Kami terus melaju hingga menemui patung Imam Bonjol di atas kudanya. Kemudian belok ke kiri ke Jalan Teuku Umar dan Jalan A. Karim. Sekitar pukul delapan kami kembali ke hotel untuk istirahat sebentar.

Kami mendapat breakfast, (setengah) teh manis dan (setengah) roti bakar (keras). Sembari istirahat, saya internetan dengan handphone saya. Membuka akun CouchSurfing dan ada pesan masuk dari Uda Andry, ia memberi nomor handphone di pesannya tersebut dan memberikan tawaran untuk jalan-jalan bersama. Langsung detik itu saya kirim sms saja. Kemudian Uda Andry menelepon saya, kami mengobrol sekitar sepuluh menit dan akhirnya membuat janji untuk bertemu. Kami sama sekali tidak kenal dan belum pernah bertemu sebelumnya, tetapi karena situs CouchSurfing inilah kami bisa mengenal satu sama lain dan saling percaya. Masih ada dua jam waktu kosong sebelum janjian dengan Uda Andry. Kami bereskan barang-barang kami dan pergi keluar lagi untuk cari sarapan.

Kami memilih sarapan lontong sayur yang lokasinya di dekat hotel ini. Selesai makan dan membayar, kami kembali ke Benteng Fort de Kock yang tadi pagi masih tutup. Membayar Rp5.000 rupiah bisa masuk ke Fort de Kock dan Kebun Binatang Kinantan. Ini nih liburan murah meriah. Fort de Kock awalnya saya pikir berukuran besar, tetapi ternyata ukurannya kecil malah bisa disebut ini adalah gardu pengawas saja. Kelebihan Fort de Kock ini mungkin adalah lokasinya yang berada di atas bukit. Dari sini bisa terlihat Balaikota Bukittingi dan di lain sisi terlihat pula Jam Gadang. Di area ini juga terdapat wahana outbound. Selesai memutari taman di sekitar Fort de Kock kami menuju Jembatan Limpapeh.

Fort de Kock

Jembatan Limpapeh ini terlihat kokoh dan sangat strategis untuk melihat pemandangan dari ketinggian. Meniti jembatan ini, kami memasuki area kebun binatang dan tidak perlu membayar tiket masuk lagi. Kami disambut burung-burung dara yang terlihat akrab dengan manusia. Di kebun binatang ini terdapat beraneka jenis binatang, mulai dari unggas hingga gajah, harimau, dan beruang. Selain itu, Rumah Gadang Baanjuang terlihat menonjol di tengah-tengah kebun binatang ini. Selesai mengambil gambar dari depan, kami masuk ke dalam dengan membayar tiket masuk seribu rupiah.

Jembatan Limpapeh

Rumah Gadang Baanjuang

Rumah gadang ini bisa dibilang museum karena menampilkan beragam budaya, kerajinan, dan barang-barang peninggalan khas Bukittinggi. Juga ada diorama pelaminan Minang yang meriah. Cukup indah dan terawat interior Rumah Gadang Baanjuang ini. Kami tak menghabiskan waktu lama karena Uda Andry sudah meng-sms-ku dan menunggu di warung kopi depan Hotel The Hills. Saat keluar dan kembali menuju Jembatan Limpapeh, kami diberi momen indah oleh burung merak di sini. Ia mengobarkan kecantikannya. Sungguh sangat indah bulunya. Setelah mengambil gambar, kami pun menyegerakan menuju warung kopi tempat Uda Andry menunggu. Selamat tinggal merak!

Merak

Bukittinggi: Bertemu Jam Gadang dan Ngarai Sianok

Kesan saya saat di dalam travel ini adalah saya tidak merasa berada di Indonesia. Tempat yang aneh, orang-orang yang asing, dan yang membuat saya lebih merasa tidak di negara sendiri adalah bahasa yang mereka pakai, sama sekali tidak ada yang saya ketahui, hehe. Ya sudahlah kami hanya mengobrol berdua saja memandangi sisi kanan dan kiri, pemandangan yang baru.

Perjalanan ke Bukittinggi ini awalnya cukup membosankan hingga akhirnya masuk ke Nagari Kayu Tanam. Pemandangan hijau di sisi kanan dan sisi kiri mulai ditemui, tampak segar. Klimaksnya adalah ketika berpapasan dengan Air Terjun Lembah Anai. Air terjun ini sungguh indah, terletak tepat di sisi jalan raya. Kendaraan sempat tersendat karena banyak mobil pengunjung di Lembah Anai ini. Benar-benar indah kawasan ini. Ditambah lagi sungai jernih di sisi kanan dan jalur kereta api yang melintang di atas jalan raya, sungguh eksotis. Sayang, kami hanya bisa memandangnya saja dan tak sempat mengambil gambar. Tak lama, akhirnya kami masuk Kota Padang Panjang. Awalnya apabila pesawat tidak delay kami ingin mampir dulu ke PDIKM (Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau) di Kota Padang Panjang, tetapi delay telah mengubah rencana, kami lanjutkan saja langsung ke Bukittinggi.

Perjalanan ke Bukittinggi cukup menanjak. Di sisi kiri samar-samar terlihat rel kereta. Ya, itu memang rel sebenarnya, tapi sudah tidak digunakan lagi. Padahal apabila masih bisa difungsikan akan sangat indah perjalanan Padang Panjang – Bukittinggi ini dengan kereta api. Sekitar hampir tiga jam berada di travel, akhirnya kami tiba di Kota Bukittinggi. Travel berhenti di persimpangan jalan dekat Terminal Aur Kuning. Kami turun di situ dan akan melanjutkan dengan angkot. Kondisi saat itu hujan deras, sedikit kecewa harus kehujanan di sini, tempat yang asing sekali. Angkot akhirnya datang, kami dan seorang bapak yang juga naik travel naik ke angkot.

Tak sampai sepuluh menit, kami turun di sebuah pertigaan dan membayar Rp2.000 per orang. Bukan kami asal turun, kami turun karena diberitahu bapak yang se-travel tadi, makasih ya pak. Hujan masih belum juga berhenti, tetapi kami lanjutkan saja perjalanan kami menuju sebuah menara, apalagi kalo bukan Jam Gadang yang tersohor itu. Uhuy, akhirnya kesampaian juga bermain-main dan berfoto-foto di seputar Jam Gadang ini.

Jam Gadang

Kemudian kami mencoba untuk mencari penginapan. Ini lah hal yang sama sekali kami tidak ada persiapan, informasi yang ada di internet sangat minim, kalau ada pun itu yang mahal. Kami mencoba saja berjalan sepanjang Jalan Ahmad Yani dan A. Karim. Hotel pertama kami tanya, ternyata sudah full, begitu pula hotel kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Sudah sedikit frustasi, kami menuju hotel keenam, Hotel Sari. Kami masuk dan ternyata masih ada kamar dan itu pun kamar terbesar dan termahal, Family Room, rate-nya Rp385.000. hampir dua kali lipat budget kami. Kami mencoba berpikir sejenak, apakah mau mencari lagi atau tidak. Di tengah rintik hujan, kelelahan, dan kelaparan, kami memutuskan untuk menginap di Hotel Sari ini saja.

Hotel Sari
Hotel ini letaknya sungguh sangat strategis, jarak dengan Jam Gadang tak lebih dari 5 menit jalan kaki. Di samping hotel ada rumah makan, warnet, dan angkot lewat di depan hotel. Yang kami sayangkan adalah kondisi kamar hotel yang tua dan kurang bersih. Kami menginap di kamar termahal (bukan berarti banyak duit, ini terpaksa), tempat tidur dan kamar mandinya kurang bersih. Breakfast yang kami dapat adalah setengah cangkir teh panas dan setengah potong roti bakar yang keras. Selain itu juga pelayanannya, resepsionisnya merangkap tukang masak, cleaning service, dan lain-lain dan hanya ada dua orang. Jika Anda memiliki waktu dan dana lebih fleksibel, ada baiknya mencari hotel lain.
Masuk ke kamar, langsung merebahkan diri ke kasur, sungguh lelah perjalanan menuju Bukittinggi ini. Belum apa-apa sudah remuk ini badan punya. Tapi di hati ini merasa sangat rugi apabila membuang waktu tidur-tiduran dan perut memaksa untuk diisi. Sekitar pukul 4 sore kami pergi keluar ke arah Jam Gadang lagi kami mau mencari makan dulu. Cukup bingung mau makan apa, kami memutuskan ke sebuah rumah makan cepat saji yang terkenal. Kami memesan nasi dan ayam dalam cup. Daaan ternyata harganya di sini lebih murah Rp5.000 dari harga di Jakarta, uhuy.

Selesai makan, tujuan kami berikutnya adalah Ngarai Sianok. Berbekal ingatanku atas peta Kota Bukittinggi, kami berjalan ke Jalan Panorama atau juga disebut Jalan Perwira. Di situlah letak Taman Panorama, lokasi paling bagus untuk menikmati pemandangan indah Ngarai Sianok. Di seberang Taman Panorama ini ada Museum Perjuangan Tri Daya Eka Dharma. Hanya sepuluh menit dari landmark Kota Bukittinggi, sampai juga di Taman Panorama ini. Membayar tiket masuk Rp4.000 saja, kami masuk. Udara sungguh segar dan sejuk ditambah tetesan gerimis. Ada sekitar belasan orang di taman ini. Kami masuk dan menuju ke sebuah lokasi yang cukup ramai, langsung saja kami ke sana.

Ngarai Sianok

Berjalan perlahan menapaki jalanan licin, kami disuguhkan tebing-tebing hijau yang indah. Ini lah Ngarai Sianok yang harum namanya. Alhamdulilah saya bisa sampai di sini dan melihat langsung keindahan alam ini. Memang Ngarai Sianok ini sungguh indah dan luar biasa. Ditambah udara sejuk setelah hujan. Di belakangnya ada Gunung Marapi dan Gunung Singgalang, tetapi sayang keduanya tertutup kabut. Kami pun berfoto ria di sini.

Ngarai Sianok

Selesai menghirup udara dalam-dalam dan memandangi dengan saksama Ngarai Sianok, kami menuju arah sebaliknya, ke Lobang Jepang yang juga jadi ciri khas Kota Bukittinggi ini. Lokasinya agak turun ke bawah. Untuk masuk ke dalam perlu mambayar tiket masuk Rp6.000 ditambah tip untuk pemandunya. Kami tidak turun ke lubang karena kondisinya hujan dan licin. Tak apalah kami tidak turun supaya ada alasan mengapa kami harus ke Bukittinggi lagi, hehe. Kemudian kami berputar-putar di area Taman Panorama ini. Selesai menjepret sana-sini, kami memutuskan kembali ke hotel sekitar pukul enam. Lokasi wisata ini tutup pukul enam petang.

Museum Tri Daya Eka Dharma dan Lubang Jepang

Kembali ke hotel, langsung saja saya mengistirahatkan tubuh. Kaki terasa sangat lelah. Rencana kami adalah istirahat sebentar dan kemudian nanti malam keluar lagi untuk mencari makan. Sayang seribu sayang gemerlap Jam Gadang dan Kota Bukittinggi di malam hari tak bisa kami nikmati, kami tertidur pulas hingga matahari pagi kembali menyelimuti kami.

Padang: Jalan Kaki Keluar Bandara Minangkabau

Seratus menit perjalanan di udara, akhirnya kami tiba juga di Bandara Internasional Minangkabau. Letaknya di luar Kota Padang, secara administrasi masuk Kabupaten Pariaman. Tujuan kami yang pertama adalah Kota Bukittinggi. Turun dari pesawat, foto-foto dulu lah, hehe. Masuk ke gedung bandara, kami belum memikirkan bagaimana menuju Bukittinggi. Yang saya dapat dari hasil googling saya adalah naik travel.

Bandara Internasional Minangkabau

Kami keluar dari pintu bandara daaaaaan disambut sejuta umat. Mereka adalah penyedia jasa travel, tukang ojek, pengendara taksi, kondektur bus, dan lainnya. Kami langsung diserbu. Tips pertama yang bisa saya sampaikan adalah jangan tampakkan muka linglung. Kami mencoba berkeliling bandara ke kanan ke kiri. Seorang penyedia jasa travel terus meneror kami dan selalu mengikuti kami, bahkan saat kami menuju toilet pun mereka ikut!!

Kami mencoba sabar. Saya memberanikan diri bertanya, “Ke Bukittinggi berapa Da?” si Uda menjawab mobil kita siap, eksklusif, Rp244.000!!! Mantep banget, langsung miskin kalo naik travel itu. Saya bilang ke Uda bahwa dana segitu itu total transportasi selama di sini dan kami tidak punya banyak uang. Si Uda nawarin lagi, ada yang sharing sama yang lain, per orang Rp60.000. Lagi saya menjawab, budget kami tidak sebanyak itu. Eh dengan lantangnya si Uda nimpalin masa segitu doang nggak ada duit kan bisa dibayarin kantor. Hu palalu peyang, orang pake tas ransel gini dan muka linglung bisa-bisanya dibayarin kantor. Akhirnya dengan penjelasan sedikit, kami dilepaskan. Senang terlepas dari si Uda berambut jabrik itu, dateng lagi Uda lain yang berkumis lebat, ga jadi senang. (maaf diksinya tidak baku, hehe)

Kami mencoba bertanya ke information center di mana masjid paling dekat dari bandara dan kami diberitahu bahwa masjid ada di luar bandara, sekitar 500 meter dari information center tersebut. Untuk lepas dari jeratan penawar-penawar jasa transportasi itu, kami berdalih mau ke masjid. Kami pun jalan kaki ke arah masjid. Dan ternyata masih saja diikuti, ck ck ck. Biarkan, kami anggap ini tantangan, seberapa jauh mereka mau berjalan kaki. Kami tetap melanjutkan saja. Kami melewati masjid dan menuju kantor polisi bandara. Kami bertanya kepada Pak Polisi cara termurah menuju Bukittinggi. Dengan ramah Pak Polisi menjawab di ujung jalan ini, nanti ketemu flyover, nah di situ nanti banyak travel jurusan Padang – Bukittinggi, sekitar Rp20.000. Nah ini nih yang dicari, yang masuk kantong anak muda, hehe.

Alhasil kami jalan kaki saja walaupun Pak Polisi meyarankan untuk naik ojek. Kami menikmati saja berjalan kaki keluar bandara ini, toh masih pagi dan semangat. Jaraknya kata Pak Polisi sih sekitar 2 km, tapi nyantanya adalah 3 km, lumayan jauh, lumayan banget. Mungkin inilah hal yang tidak masuk akal, jalan kaki keluar bandara, haha. Saya tak habis pikir mengapa kami bisa-bisanya berjalan kaki keluar bandara. Sebegitunyakah keras kepala kami yang menolak tawaran sejuta umat tadi. Tapi kami yakin jalan kaki 3 km ini berharga mahal. Dengan jalan kaki 3 km ini, kami menghemat hingga Rp100.000. (cara hitung: travel = 244, bagi 2 = 122, travel dari flyover = 20, jadi 122-20 = 102.000, hemat kan).

Di tengah jalanan yang sepi melintas sebuah motor dan pengendaranya berteriak, “Jalan saja sampai Jakarta!!!!” sedihnya, haha, tapi nggak deng, biarkan. Akhirnya sekitar hampir setengah jam, kami tiba di sebuah persimpangan jalan di bawah flyover. Jalan ini sangat ramai dan saya simpulkan, ini adalah jalan raya dari Padang menuju Bukittinggi.

Sebelumnya saya harus mendeskripsikan dulu Sumatera Barat dari pandangan pertama saya. Ketika saya tiba di bandara, sisi kanan bandara sedang direnovasi. Keluar dari bandara, langsung dipamerkan keangkuhan Bukit Barisan di depan mata, sungguh indah, rimbunan pepohonan hijau terlihat dari bandara. Ketika pandangan saya alihkan, lingkungan bandara ini juga indah. Taman-taman terlihat subur dan warna-warni unsur Minang terlihat di ornamen bangunan bandara dan sekitarnya. Bandara ini memang jauh lebih kecil dari Soekarno-Hatta, tapi terlihat sangat terawat.

Bandara Internasional Minangkabau

Kembali ke perjalanan kami mencari travel menuju Bukittinggi. Tak sampai sepuluh menit menunggu, sebuah mobil travel bertuliskan Bukittinggi Wisata kami berhenti depan kami, si Uda bertanya, “Bukik!?” entah memberi tahu atau bertanya, saya menganggukkan kepala. Kami bertanya terlabih dahulu, si Uda menjawab Rp20.000, saya mencoba menawar nggak Rp15.000 saja Da, dibalas lagi, biasanya juga Rp20.000, saya iyakan saja dan membayar Rp40.000 untuk berdua. Alhamdulillah kami dapat angkutan menuju Bukittinggi dengan biaya Rp20.000! Yeay!

Persiapan ke Sumatera Barat

Tujuan ke Padang ini diawali di Februari 2011 lalu. Saat awal masuk semester 2, di tengah ketidakadaan kegiatan, saya memutuskan iseng-iseng search di laman Kemenpan mengenai kalender libur dan cuti bersama. Setelah ketemu, saya lihat tanggal 22 April, hari Jumat, adalah hari libur. Melihat ada waktu tiga hari itu, saya mengalihkan tujuan saya ke website maskapai-maskapai penerbangan yang melayani rute Jakarta – Padang. Ada dua maskapai yang menawarkan harga termurahnya sesuai kantong saya. Alhasil, saya catat dulu maskapainya, harga, dan keterangan lainnya.

Keisengan terus berlanjut, saya menulis status di facebook akan menjelajah Sumatera Barat di April nanti. Teman saya yang sebelumnya adalah rekan jalan ke Semarang – Solo – Jogja menanyakan lebih lanjut mengenai rencana saya ini. Saya jelaskan dan deal, kami pergi berdua dan sesegera mungkin membeli tiket dan menyusun itinerary. Tiga hari kemudian di hari Sabtu, kami ke arah Pasar Baru, tepatnya di Kantor Pusat Batavia Air. Ya kami memilih Batavia Air dengan alasan harga tiketnya termurah di hari keberangkatan dan kepulangan yang kami pilih. Uhuy, rencana yang sangat dadakan.

Hari terus berlanjut dan tak terasa setelah melewati UTS, kami ada di hari-H. Saya dan teman saya diantarkan oleh orang tua rekan saya ke Stasiun Gambir, rencana kami adalah naik Damri ke Bandara. Pukul 5.30 Damri mulai jalan. Harga tiketnya Rp20.000. Perjalanan pagi terasa cepat karena jalanan masih lengang dan itu adalah hari libur. Kami tiba di bandara sekitar pukul setengah tujuh dan suasana Bandara Soekarno-Hatta sudah ramai. Masuk ke terminal 1C dan langsung menukar tiket dll. hingga akhirnya masuk ke ruang tunggu.

 menuju ruang tunggu Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta
Pesawat rencananya akan berangkat pukul 7.30, kami masih memiliki waktu 40 menitan menunggu. Tak sabar rasanya menuju Pulau Sumatera untuk kali kedua, sedangkan bagi temanku, ini akan menjadi pengalaman pertamanya. Jam sudah masuk pukul 7.30, tetapi tiba-tiba dari speaker ruang tunggu 7 bergema bahwa penerbangan Batavia Air-ku ditunda 30 menit. Uh, sedikit kecewa karena mengurangi waktu berjalan-jalan. Kami masih sabar menunggu, duduk-duduk santai. Akan tetapi di meja pelayanan, orang-orang yang kecewa dan sudah tidak sabar sedang berkumpul menanyakan kejelasan. Sedikit penasaran, saya ikut bergabung. Dan ternyata delay ini disebabkan pesawat belum ada di bandara. Duh, gimana ini, ck ck ck. Tak apalah sebut saja ini sebagai bonus.

Suasana semakin memanas, tapi saya tak akan menceritakannya karena terlalu menjemukkan. Akhirnya kami diperbolehkan masuk ke pesawat pukul 9.00, lumayan banget hilang satu setengah jam. Kami jadi penumpang yang masuk pertama. Waktu terus berjalan, semua penumpang sudah duduk manis dan sabar. Pesawat belum juga lepas landas. Bapak yang duduk di depan saya menanyakan kepada seorang pramugari mengenai alasan pesawat tak kunjung terbang. Dan jawabannya adalah eng ing eng, kelebihan penumpang. Sumpah saya tidak habis pikir bagaimana ini bisa terjadi, ck ck ck. Akhirnya urusan selesai entah bagaimana caranya, kami lepas landas 9.15. Selamat tinggal Jakartaaaa!

roti dan air mineral Batavia Air

Gebyar Wisata Nusantara 2011

Tautan
GWBN (Gebyar Wisata & Budaya Nusantara) telah terbukti sebagai pameran terbesar dan terlengkap pariwisata yang telah dipercaya oleh masyarakat pariwisata Indonesia sebagai rujukan untuk berpromosi dan referensi bagi masyarakat dalam menetapkan rencana kunjungan berwisata ke berbagai daerah di Indonesia.

GWBN telah berlangsung selama 8 tahun, sejak 2002, diikuti oleh lebih dari 150 institusi terdiri dari pemerintah daerah, pengelola objek wisata, biro perjalanan wisata, hotel dan perusahaan batik, kerajinan, dan
cinderamata khas daerah.

GWBN untuk yang ke 9 kalinya diselenggarakan pada tanggal 26 – 29 Mei 2011 di JCC dan akan lebih lengkap dan meriah karena akan ditampilkan paviliun khusus yang terdiri dari:
1. School Holiday Package Sale 2011
2. Indonesia Bycicle Show 2011
3. Gebyar Batik & Kerajinan Nusantara 2011

Website: Gebyar Wisata Nusantara 2011

Saturday 14 May 2011

Festival Museum Day 2011

Sehubungan dengan International Council of Museum (ICOM) telah menetapkan tanggal 18 Mei sebagai hari Museum Internasional, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta akan menyelenggarakan serangkaian acara yang diberi nama Festival Museum Day 2011 dengan tema "Museum and Memory".

Tujuan acara ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat umum terutama kaum muda lebih mengenal dan mencintai museum. Acara ini akan diadakan pada:

Hari : Rabu, 18 Mei 2011

Waktu : 08.00-18.00 WIB

Tempat : Taman Fatahillah, Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat

Serangkaian acara yang akan berlangsung yaitu :

1. PAMERAN MUSEUM

Pameran ini diikuti oleh 43 museum di Jakarta se-DKI Jakarta. beberapa peserta pameran nanti akan menampilkan beberapa atraksi saat acara. seperti Museum Bank Indonesia yang menmapilkan demo cara membedakan uang palsu, dan demo perawatan uang kuno, lalu ada Museum Layang-layang yang akan menampilkan demo membuat layang-layang, serta masih banyak lagi.

2. BAZAAR

Dimeriahkan oleh stand dari komunitas Kotatua, Cinderamata, Barang-barang antik, Makanan dan Minuman

3. LOMBA-LOMBA

Dalam acara ini akan diadakan beberapa lomba yang mengikutsertakan pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum, dengan hadiah jutaan rupiah, dan bingkisan manarik seperti voucher dari 7eleven, Sepeda Wim Cycle dan masih banyak lagi.

Lomba-lomba tersebut yaitu:

-Ngerumpiin Museum Story

Story teller yang ditampilkan tentang "Cinta Museum". Peserta lombanya adalah pelajar yang terdiri dari minimal 3 orang/tim, Mereka akan bercerita dengan gaya lenong.

-Amazing Museum Race

Peserta berjumlah minimal 3 orang/tim, mereka akan mencari stand museum tertentu untuk dapat menjawab cepat pertanyaan seputar museum. semakin banyak pertanyaan yang dapat dijawab dengan tepat dan dalam waktu singkat, mereka yang menang.

-Fotografi

a. Lomba Foto Amatir

Peserta adalah fotografer amatir. Objek foto bertema "Museum and Memory"

b. Lomba Foto Narsis

Peserta adalah individu/kelompok yang "bergaya" dengan latarbelakang "Museum and Memory"

-Jingle Repdut Museum

Peserta adalah kelompok yang menyanyikan lirik dengan irama dangdut atau Rap tanpa alat musik (acapella)

-Sepeda Ontel

Lomba Mengayuh sepeda ontel dengan penumpang terbanyak.

4. ATRAKSI KESENIAN BETAWI

Menampilkan kesenian khas Betawi, seperti Ondel-ondel, Marawis, Tanjidor, Tari Lenggang Nyai dan lain-lain. Diharapkan dengan adanya atraksi ini membuat acara lebih meriah sekaligus menambah pengetahuan mengenai budaya Betawi terutama di kalangan remaja.

5. ATRAKSI PERMAINAN TRADISIONAL

Menampilkan aneka permainan tradisional Indonesia, mulai dari enggrang, engklek, ular naga dan sebagainya.

6. TALKSHOW

Acara ini diberi nama Bincang-Bincang Museum "Quo Vadis Museum?" dengan pembicara

- Prof Sulistyo Basuki

Guru Besar Universitas Indonesia, Pakar Dokumentasi Knowledge dan Manajemen

- Adolf Heuken SJ

Penulis, Peneliti, dan Pakar sejarah Jakarta

- Drs. Yunus Arbi, MA

Direktorat Peninggalan Purbakala, Pakar Permuseuman

7. PENANDATANGANAN SPANDUK 200 METER

Penandatanganan spanduk sepanjang 200 meter dalam rangka mendukung Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) 2010-2014. Acara ini merupakan bukti kesepakatan kita dalam mendukung Gerakan Nasional Cinta Museum. Spanduk ini akan ditandatangani oleh seluruh pengunjung yang hadir dalam acara ini.

Menarik bukan ?? Ayo teman-teman Jakarta, tunggu apalagi, ajak teman-teman untuk datang ke Festival Museum Day 2011. Buktikan kalo kamu cinta Jakarta. Cinta Jakarta, ya Cinta Museumnya.

Info dan Pendaftaran:
Panitia Festival Museum Day 2011
Jl. Cikoko Timur Raya No.12 Pancoran-Jakarta Selatan
Telp. 021-794 5528, 799 1398, 98293715, Faks: 021-799 1398
Email: info@geminimitra.com , geminimitragemilang@gmail.com
Website: www.geminimitra.com
Facebook: Festival Museum Day 2011
Twitter: Festival Museum Day 2011

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...