Wednesday 30 March 2011

Menyambangi Istana Bogor

Awal Juni lalu di tahun 2010, saya mendapat kesempatan mengunjungi Istana Bogor. Selama ini saya hanya bisa memandang istana ini dari luar pagar atau dari Kebun Raya Bogor. Ada waktu khusus bagi masyarakat umum untuk bisa masuk ke dalam gedung istananya, yakni ketika HUT Kota Bogor yang jatuh di bulan Juni . Waktu kunjungan ke istana ini disebut Istana Bogor Open. Beruntung sedang musim libur, saya dan teman saya berencana mengunjungi Istana Bogor pada kesempatan di tahun ini.

Untuk bisa masuk ke istana, masyarakat umum harus mendaftarkan diri terlebih dahulu di Kantor DPRD Kota Bogor. Letaknya di belakang Balaikota Bogor, di Jalan Kapten Muslihat tak jauh dari Stasiun Bogor. Saat pendaftaran ini yang dibuka selama empat hari, kami menunjukkan tanda pengenal, menyebutkan jumlah peserta, dan memilih hari dan jam kunjungan kami. Tak sepeser rupaih kami keluarkan untuk massuk ke istana. Waktu kunjungan ke Istana Bogor diadakan selama empat hari di hari kerja. Setelah menyelesaikan kelengkapan yang dibutuhkan, kami diberikan sebuah surat untuk kemudian ditukarkan di hari kunjungan kami. Kami kembali ke Jakarta dengan kereta dan siap lagi ke Bogor seminggu lagi.

Seminggu kemudian

Akhirnya kesempatan kami untuk masuk di salah satu istana kepresidenan Indonesia ini tiba. Kami tiba di Kantor DPRD Kota Bogor pukul 12 siang dan jadwal kunjungan kami pukul 1 siang. Kami mengenakan pakaian yang sesuai, mengenakan sepatu dan tidak mengenakan celana jeans. Kemudian kami menyerahkan kertas bukti pendaftaran kami kepada petugas, menunjukkan tanda pengenal, menyebutkan jumlah rombongan yang datang, dan punggung tangan kami dicap. Akhirnya kami dipersilakan berbaris untuk beriringan masuk ke Istana Bogor.

Memasuki gerbang samping istana, kembali ada pemeriksaan. Alat komunikasi diperbolehkan masuk dan tidak perlu dimatikan. Berbeda dengan Istana Negara yang sangat ketat karena di Istana Bogor ini sehari-harinya tidak digunakan pejabat negara. Masuk ke lingkungan istana, pertama-tama kami diarahkan menuju ruang pameran yang berisi foto-foto istana, sejarah istana, Kebun Raya Bogor, dan lain-lain. Ruang bercat putih bersih ini cukup nyaman walaupun sangat kecil jika dibandingkan dengan rombongan 400 orang yang masuk.

Ruang Pameran

Setelah selesai berputar-putar singkat di ruang pameran, kami ke luar dan menuju gerbang berikutnya. Kami harus mengantre lagi karena ada pemeriksaan lagi sebelum masuk kebagunan Istana Bogor. Setelah melewati pemeriksaan, akhirnya kami masuk bangunan istana dan disambut sebuah patung wanita yang unik.

Patung yang menyambut pengunjung

Pintu menuju bagian dalam Istana Bogor

Antusias pengunjung Istana Bogor

Kami memasuki dalam istana. Terdapat banyak benda unik dan juga meja kursi di dalam ruangan. Ada sebuah ruangan yang ditutup rapat dan dijaga. Sayang tidak bisa mengambil gambar di dalam istana, jadi tidak bisa di-share. Kemudian kami ke luar ke halaman belakang istana yang banyak dipadati banyak pengunjung. Berputar sejenak, ada ruangan terpisah yang belum kami lewati, kami ke ruangan itu dan melihat-lihat bagian dalam yang tak jauh berbeda. Kemudian kami ke luar lagi dari sisi yang lain dan menemukan sebuah gerbang yang terkunci yang menuju halaman depan istana. Setelah mencari tahu, ternyata kami diperbolehkan masuk dengan syarat membayar Rp25.000 sekaligus mendapat jatah satu kali foto. Tak apalah kapan lagi kami ke sini. Setelah membayar, kami diperbolehkan masuk.

Istana Bogor

Ya di halaman depan ini lah yang dipenuhi rusa-rusa khas Istana Bogor. Halaman depan ini sangat luas dengan hiasan pohon-pohon tegar yang rimbun dan kolam-kolam berteratai. Dan ini lah kesempatan terbaik untuk foto-foto! Di segala sisi disambangi untuk mengabadikan momen yang agak langka ini. Sebuah kelebihan di Istana Bogor ini adalah ada banyak patung wanita tak berbusana di lingkungan istana. Tak kurang tiga puluh menit kami bermain-main di dalam istana. Kemudian kami ke luar melalui pintu belakang yang menuju Kebun Raya Bogor dan kembali ke Jakarta. Yeay, sebuah pengalaman langka dan perjalanan yang menyenangkan.


Sunday 27 March 2011

Saturday 26 March 2011

Makna Logo Wonderful Indonesia


Makna Logo Wonderful Indonesia
  1. Bentuk logo mengambil konsep Garuda Pancasila sebagai dasar negara, tetapi dengan pengolahan yang modern.
  2. Lima sila digambarkan berupa 5 garis warna yang berbeda dan merupakan simbol diversity Indonesia yang penuh dengan keanekaragaman.
  3. Logo diolah menjadi bentuk dan warna yang dinamis sebagai perwujudan dari dinamika Indonesia yang sedang berkembang.
  4. Jenis huruf dari logo diambil dari elemen otentik Indonesia yang disempurnakan dengan sentuhan modern.
Lima Kriteria Wonderful Indonesia
  1. Wonderful Nature
  2. Wonderful Culture
  3. Wonderful People
  4. Wonderful Food
  5. Wonderful Value of Money

Wednesday 16 March 2011

Tiket Masuk Objek Wisata di Bali

Harga tiket masuk objek wisata yang kami kunjungi di Bali untuk wisatawan domestik di bulan Januari 2011

Kabupaten Badung
Uluwatu = Rp3000
Garuda Wisnu Kencana Cultural Park = Rp25.000 (+ parkir mobil Rp5.000)
Pantai Kuta = Rp0
Pantai Legian = Rp0
Pura Taman Ayun = Rp3.000

Kota Denpasar
Pantai Sanur = Rp0

Kabupaten Tabanan
Tanah Lot = Rp7.500
Pura Ulun Danu Beratan = Rp7.500

Kabupaten Buleleng
Pantai Lovina = Rp0

Kabupaten Bangli
Kintamani = Rp10.000
Desa Adat Penglipuran = Rp5.000

Kabupaten Gianyar
Pura Gunung Kawi = Rp15.000
Pura Tirtha Empul = Rp15.000
Pura Goa Gajah = Rp15.000
Air Terjun Tegenungan = Rp5.000

Kabupaten Klungkung
Kertha Gosa dan Taman Gili = Rp10.000
Pura Goa Lawah = Rp5.000

Kabupaten Karangasem
Pantai Candidasa = Rp0
Tirta Gangga = Rp5.000
Taman Soekasada = Rp5.000

Sunday 13 March 2011

Tips "Tidak Biasa" Saat Liburan di Bali

Setelah liburan cukup menyenangkan dan menjangkau hampir seluruh wilayah Bali, saya merangkum beberapa tips "tidak biasa" berdasarkan pangalaman saya, check these out!

  1. Lebih baik membawa sampo dan sabun pribadi saat berlibur di Bali karena sampo dan sabun yang disediakan di hotel kuaitasnya belum tentu baik dan malah bisa bukan sampo dan sabun asli
  2. Jika ingin membeli kebutuhan sehari-hari, carilah di convenience store lokal (seperti Alfamart dan Indomaret) karena harganya lebih murah
  3. Bagi para traveler dengan budget rendah, ada baiknya Anda memuaskan diri Anda di malam terakhir dengan menginap di tempat yang cukup eksklusif untuk semakin menikmati Bali
  4. Sebaiknya Anda membawa kain (kalau bisa kain Bali) ke objek-objek wisata religius di Bali sehingga Anda tidak perlu membayar lebih untuk meminjam (ada juga yang meminjamkan secara cuma-cuma)
  5. Bawa payung lipat saat mengunjungi objek wisata, bisa dipakai saat hujan dan untuk menghindari terik matahari
  6. Bawa uang cash jika ingin ke pelosok Bali karena kemungkinan ada daerah yang tidak terdapat ATM bank Anda
  7. Sebaiknya handphone Anda dilengkapi mobile banking agar Anda dapat melakukan transaksi keuangan di mana saja tanpa harus ketergantungan dengan ATM
  8. Jika ingin menuju Bedugul, persiapkan fisik Anda karena jalanan berliku dan menanjak
  9. Ketika berada di lingkungan yang banyak keranya (Uluwatu, Sangeh, Monkey Forest, dll.) perhatikan barang bawaan Anda
  10. Sebaiknya Anda juga mengunjungi Bali bagian barat (ada Taman Nasional Bali Barat dan Pulau Menjangan), utara (Lovina dan Singaraja), dan timur (Karangasem) untuk membantu mengembangkan pariwisata di wilayah tersebut
  11. Pilih penginapan yang menyediakan sarapan atau yang dekat dengan tempat makan
  12. Pilih taksi yang sudah profesional untuk menghindarkan Anda dari hal-hal yang tidak diinginkan
  13. Lebih baik Anda menyewa kendaraan atau mengikuti tur selama di Bali karena angkutan umum jarang ditemui (kecuali di Klungkung dan Karangasem cukup sering ditemui)
  14. Bagi Anda yang mengharapkan mendapatkan sendal hotel, ada baiknya Anda membawa sendal karena hotel (berbintang) di Bali tidak semua menyediakan extra sandal

Saturday 12 March 2011

Bali: Satu Setengah Hari di Kuta

Setelah perjalanan melelahkan dari ujung timur Bali, kami kini sudah mencapai kembali Kuta Bali. Kakak sayalah yang senang dengan keberadaan kami di Kuta lagi karena keramaiannya. Yap, saya pikir biasa lah wanita yang selalu ingin merasa comfort. Sebelum tiba di Kuta, kami mampir dulu ke tempat oleh-oleh dan membeli beberapa untuk keluarga di Jakarta dan Semarang. Dan tentunya juga di ATM BCA yang baru kami temui di Denpasar.

Kami menginap di Hotel Aneka Beach. Kami tiba sekitar pukul empat sore dan matahari masih bersinar terang. Setelah check in, langsung masukin barang ke kamar. Saya tidak langsung istirahat karena harus bertransaksi dulu sama Bli Made di akhir petualangan kami ini alias bayar, hehe. Lima menit urusan selesai. Bli Made pulang dan saya pun ke kamar untuk istirahat sebentar.

Aneka Beach Hotel Kuta Bali

Hotel Aneka Beach terletak di Jalan Pantai Kuta, sangat dekat dengan pantai Kuta. Bangunan-bangunan hotel terlihat sedikit tradisional dan kira-kira bisa dibilang berusia lebih tua daripada bangunan di sekelilingnya. Hotel ini juga memiliki pintu yang menghadap Poppies Lane I, jadi jika yang suka keramaian bisa langsung menemuinya.

Berleha-leha di kamar tidak ada kerjaan, saya berasa bosan. Kakak saya sudah ke luar kamar jalan-jalan terlebih dahulu, tambah tidak jelas apa yang akan saya lakukan dan membuat saya tidak bosan. Saya memutuskan ke luar dari kamar dan mulai berjalan-jalan di Jalan Pantai Kuta. Menyeberang jalan, tibalah saya di atas pasir pantai.

Pantai Kuta


Hard Rock Bali


Suasana Kuta cukup ramai. Ada yang sedang surfing, jogging, berenang, voli pantai, sepak bola pantai, membuat tatoo, pijat, foto-foto, duduk saja, semuanya lengkap deh ada di Kuta. Niat saya ke pantai hanya jalan-jalan saja. Menikmati semilir angin sore, memandangi perilaku turis asing yang kadang-kadang berbuat agak unik, dan lain-lain, intinya adalah menghempaskan diri masuk ke suasana salah satu pantai tersibuk ini.

Aktivitas di Pantai Kuta


Setelah menuju Pantai Legian, kemudian ke arah Discovery dan akhirnya balik lagi ke Kuta tak terasa jam tangan sudah menunjukkan pukul 6 sore. Kata orang ini waktu yang tepat untuk melihat sunset. Sebenernya saya tidak mengejar sunset, tetapi mumpung ada di tempat yang tepat jadilah saya duduk di pantai dan menunggu terjunnya sang fajar ke peraduannya. Sayang, awan menutupi keeksotisan sunset, lalu saya kembali ke hotel dan mandi.

(sebenarnya) sunset di Pantai Kuta

Sekitar jam 7 malam, saya dan kakak saya memutuskan untuk makan di Pizza Hut yang letaknya tak jauh dari hotel kami. Kakak saya memesan pasta yang lupa saya namanya dan saya memesan salad dan sup karena sedang ada paket murah, haha biasa anak kos. Di samping kami ada tiga orang remaja yang kemungkinan berasal dari Eropa tetapi entah darimana pastinya. Masing-masing dari mereka memesan satu pan ukuran large, ukuran large untuk tiap orang, ck ck ck. Ada yang unik ketika mereka makan, mereka mencoba melafalkan sambal. Ada yang menyebut “sembel”, “saembel”, “sembal”, haha membuat kami tak bisa menahan tawa. Setelah selesai makan dan membayar, kami kembali ke hotel untuk istirahat.

Pagi hari!

Kami bangun pagi-pagi, kami tidak merencanakan kemana kami mau pergi. Tetapi sebenernya saya memiliki hasrat untuk ke menjelajah Kota Denpasar dan ke Nusa Dua. Setelah sarapan nasi goreng, saya meng-sms Bli Made mengenai kemungkinan mengantarkan kami ke Denpasar dan Kuta, tetapi hasilnya negatif. Bli Made sedang mengantarkan tamu dan teman-temannya juga tidak ada yang sedang available. Jadilah kami terlunta-lunta hari ini. Kami memutuskan untuk tinggal di hotel sampai late check out. Menitipkan tas di hotel dan kemudian berputar sekitar Kuta hingga pukul 7 malam.

Pukul 1 siang kami sedikit merapikan kamar, packing, kemudian check out dan menitipkan barang di lobi hotel. Beruntung tidak ada biaya tambahan untuk menitipkan barang, kami hanya diharuskan mengisi form dan memberikan tanda kepemilikan barang di barang-barang kami. Langsung kami ke uar dari hotel. Rencana paling awal kami adalah ke Jalan Raya Legian untuk melihat apa saja yang ada di sana.

Menuju Jalan Raya Legian kami melalui Poppies Lane I kemudian ke Poppies Lane II. Kondisi Poppies tidak terlalu ramai karena mungkin para pendatangnya sedang beraktivitas. Di Poppies I dan II memang benar-benar banyak penginapan. Seakan-akan hanya ada hotel saja di Poppies ini. Tak lama kami jalan, kami tiba di Jalan Raya Legian. Kondisi di sini cukup ramai dan banyak toko-toko. Kakak saya tertarik untuk masuk ke Bintang Store. Ia membeli beberapa souvenir untuk oleh-oleh.

Setelah selesai bertransaksi, kami melanjutkan ke selatan ke arah Kuta Square. Di siang ini ternyata terjadi pemadaman listrik banyak toko yang gelap di kanan dan kiri. Untuk toko yang besar, mereka memasang genset. Setelah berjalan cukup santai kami tiba di Kuta Square. Di sini saya membeli satu set kartu dan magnet kulkas bertema Bali untuk kenang-kenangan.

Kemudian kami yang masih memiliki tenaga melanjtkan perjalanan ke Jalan Raya Kuta, tujuan kami sebenernya ke Joger Kuta. Setelah berjalan cukup lama di siang yang panas akhirnya kami tiba di sana. Sebenarnya saya mencarii oleh-oleh lain untuk orang rumah, tetapi tidak ada barang yang sreg untuk saya beli jadilah kami ke luar dengan tangan hampa. Kami hanya mendapat sejuknya ac di ruangan, hehe.

Selanjutnya kami ingin ke Discovery untuk makan siang dan menikmati kesejukan ac. Yang saya tahu adalah melewati Jalan Singosari yang kami lewati tadi atau Jalan Kediri di arah selatan. Cuaca panas adalah kendala sangat besar, kakak saya sudah terlihat lelah, tetapi kami masih memutuskan berjalan kaki. Ketika kami mengarah ke selatan ke Jalan Kedirim kami melewati sebuah gang, kalau tidak salah namanya Gang Sadasari. Saya sangat tertarik untuk mencoba melewati Gang itu karena saya memiliki keyakinan bahwa gang itu akan menembus Jalan Dewi Sartika letak Discovery berada.

Saya membuka maps di hape saya untuk meyakinkan saya dan di maps itu tergambar memang bisa mencapai Jalan Dewi Sartika yaitu dengan melewati Gang Sadasari, Gang Kubu Anyar, dan Gang King Kong. Kami memutuskan untuk melewatinya. Di tengah perjalan, di persimpangan Gang Kubu Raya dan Gang King Kong, kami berhenti sebentar di sebuah warung. Di warung itu kami mencoba nasi jinggo yang hanya berharga tiga ribu rupiah.


nasi jinggo

Setelah istirahat sebentar, kami melanjutkan perjalanan. Tak jauh dari tempat kami istirahat tadi, akhirnya kami tiba di belakang Bali Waterbom Park, akhirnya kami sampai juga. Kami memutuskan untuk makan siang yang sesungguhnya di sana. Selesai makan, kami masih memiliki banyak waktu di Kuta. Kemudian kami kembali ke Jalan Raya Legian ke arah Bali Bomb Memorial, setelah itu kami kembali membunuh waktu dengan bersantai di salah satu warung kopi ternama di dekat Pantai Kuta.

Discovery Shopping Mall Kuta

Sekitar pukul tujuh malam, kami mengambil tas kami dan berencana ke bandara. Kami menggunakan transportasi taksi. Sebenarnya pihak hotel menawarkan jasa transportasi ke bandara, satu alasan mutlak kami menolaknya adalah biaya yangditawarkan sangat mahal. Jadi kami memutuskan naik taksi dan biaya yang kami keluarkan hanya setengah dari yang ditawarkan pihak hotel. Kami tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai Denpasar pukul setengah delapan malam dan pesawat berangkat jam setengah sebelas malam. Masih ada waktu berharga menikmati Bali.

Akhirnya tiba waktunya masuk ke pesawat, mulai terbang, dan sampai jumpa kembali Bali yang sangat mengagumkan. Banyak kenangan yang diingat dan kisah untuk diceritaka. I love Bali!

Friday 11 March 2011

Bali: Tirta Gangga dan Taman Soekasada di Karangasem

Singsingan terik matahari masih sangat kuat, kami tetap melaju ke arah timur menuju Kabupaten Karangasem. Tak jauh dari Pura Goa Lawah, kami melewati jalan menuju Padang Bai. Kemudian masuk ke kawasan wisata Candidasa. Di Candidasa ini lumayan ramaai, banyak penginapan dan rumah makan di penggir jalan serta tentunya cukup banyak turis asing di sini. Kami melewati Candidasa yang letaknya sudah dekat dengan Kota Amlapura, ibukota Kabupaten Karangasem. Sekitar pukul setengah dua siang kami tiba di objek wisata tujuan kami, yakni Tirta Gangga.

Tirta Gangga terletak tidak jauh dari Kota Amlapura. Objek wisata ini menawarkan keindahan taman yang dikolaborasikan dengan kolam-kolam dan air mancur kecil nan unik. Beruntung ketika kami tiba di Tirta Gangga ini cuaca mendung yang sejuk menemani kami. Kami masuk ke dalam berbarengan dengan dua turis asing yang sepertinya berasal dari Korea. Kami membayar tiket masuk dan menikmati keindahan taman air ini.

Tirta Gangga

Tirta Gangga sebenarnya tidak terlalu luas, tetapi objek wisata ini menawarkan suasana berbeda. Dipenuhi banyak kolam dengan ornamen unik di banyak sisi membuat objek wisata ini bisa menjadi alternatif tujuan para turis. Di sisi kanan, ada semacam benda unik yang menjadi landmark taman air ini. Sedangkan di sisi kiri, sebuah jembatan menjadi keunikan tersendiri.

Landmark Tirta Gangga

Kami berputar-putar di sekitar taman air ini, menikmati kesegaran air dan kesejukan udara, sungguh indah. Awan tebal semakin terlihat di atas, kami pun memutuskan untuk kembali ke mobil dan segera menuju destinasi kami selanjutnya, Taman Soekasada di daerah Ujung.

Di tengah perjalanan, kakak saya dihubungi oleh agen tur kepercayaannya untuk penginapan kami di malam ini. Rencana kami adalah akan menginap lagi di kawasan Kuta, di Aneka Beach Hotel Kuta. Karena sudah di-book oleh agen tur tersebut, kami diwajibkan untuk segera membayar biayanya. Nah kami mencari ATM BCA untuk membayar hotel tersebut. Jadi, sebelum menuju Taman Soekasada kami mencari dulu ATM tersebut. Kami berputar-putar di Kota Amlapura dan sekitarnya, tetapi kami tidak menemukan. Kami putuskan lagi untuk memutari jalanan di kota tersebut dan hasilnya nihil. Kemudian kami menanyakan ke banyak orang di kota tersebut, mereka menjawab tidak tahu. Kami tanyakan kepada seorang satpam di dekat pasar, Pak Satpam menjawab tidak ada BCA di area Amlapura. So, kami langsung meghubungi pihak agen tur dan mengatakan untuk membayarnya setelah mencapai Denpasar. Jadi, ada tips bagi Anda nasabah BCA untuk membawa uang cash saat berada di Amlapura, jika ingin melakukan transaksi perbankan, fasilitas m-banking bisa menjadi solusi. Karena mengetahui tidak ada ATM yang kami cari, kami langsung menuju ke daerah Ujung.

Setelah memutari Kota Amlapura, akhirnya kami tiba di daerah Ujung, letak Taman Soekasada berada. Sebenarnya Taman Soekasada juga sering disebut Taman Ujung dan saya baru tahu bahwa Taman Ujung itu nama asliny adalah Taman Soekasada setelah tiba di sana, hehe. Sesampai di sana, hujan ringan turun. Tetapi kami tidak gentar karena Bli Made membawa payung dan saya juga membawa payung saya (yang biasa saya bawa ke kampus). Kami turun dari mobil, membayar tiket masuk, dan menuju ke dalam.

Di dalam suasana sangat sepi karena mungkin hujan. Tetapi setelah masuk ke dalam, kami melihat ada sepasang pengunjung di dalam istana air dan sepasang lainnya di sebuah bale. Kami memutuskan untuk memutari taman lebih dahulu daripada berteduh. Kemudian kami menemukan sebuah bangunan tak beratap di atas tangga, saya sangat ingin ke sana karena saya pernah melihat di foto di sebuah website jika kita naik ke bangunan itu, kita bisa melihat laut yang memang Taman Soekasada berada sangat dekat dengan laut. Kakak saya tidak mau naik entah apa alasannya, jadi saya saja yang naik.

Taman Soekasada

Ditemani gerimis dan payung di tangan saya, saya menapaki satu per satu anak tangga hingga akhirnya sampai di atas. Dan pemandangannya wah, sungguh indah. Jika melihat ke kanan kita akan melihat garis cakrawala laut lebih tinggi dari area Taman Soekasada dan di sisi kiri kita lihat background gunung di belakang istana air. Sangat indah. Setelah mengambil beberapa foto, saya turun ke bawah.

Taman Soekasada

Kemudian kami menuju istana air yang memang dikelilingi kolam air yang cukup besar. Untuk mencapai istana air di tengah ada dua jembatan unik yang menghubungkannya, satu dari sisi kiri lainnya dari sisi kanan. Di sebut unik karena arsitekturnya yang jarang ditemui di area Bali yang kami kunjungi sebelumnya. Fortunately, hujan mereda, jadi kami tidak perlu repot-repot membawa payung.

Taman Soekasada

Kami akhirnya tiba di bangunan utama istana air, tidak besar memang. Setelah kami ketahui ini merupakan kamar keluarga raja Kerajaan Karangasem. Di dalam banyak foto-foto dan penjelasan mengenai Taman Soekasada. Juga ada tempat tidur raja dan anak-anaknya. Kami mengambil beberapa foto, membaca penjelasan, dan melihat-lihat tiap kamar. Kemudian kami ke luar melewati jembatan yang satunya. Mengambil foto-foto lagi yang memang karena ini menjadi salah satu tempat wisata favorit saya di Bali. Setelah cukup memanjakan diri di dalam, kami menuju ke mobil, mencari ATM, dan siap kembali ke Kuta.

Saturday 5 March 2011

Bali: Sunrise di Sanur dan Objek Wisata Klungkung

Pagi ini kami bangun lebih cepat karena kami berada di posisi yang tepat untuk melihat keindahan terbitnya matahari. Seusai Subuh, saya langsung menyusul kakak saya yang sudah menunggu di luar kamar. Kami berjalan ke arah pantai. Suasana masih sepi dan angin terasa cukup dingin. Kami berjalan ke tempat yang ada tempat duduknya, kami pikir memang tempat ini disediakan untuk menikmati kelembutan fajar. Beruntung matahari masih malu untuk keluar, jadi kami bisa melihatnya keluar dari peraduan.

Jam tangan saya sudah menunjukkan pukul enam. Saya menoleh ke belakang ke arah jalan setapak di pantai. Sepasang kakek dan nenek sedang menuntun sepeda mereka ke arah utara dan dari arah sebaliknya seorang kakek yang terlihat lebih muda walau sudah beruban sedang jogging ringan. Saya melongok kembali ke lautan, secercah sinar mulai nampak. Perlahan sinar itu makin kentara warnanya. Langit mulai menjingga, sayang awan tebal menutupi bulatnya matahari, jadi yang kami lihat adalah sinar mentari jingga. Sungguh indah, sinar matahari muncul di atas awan menyinari kapal-kapal yang ada di depan pandangan saya dan memantulkan dirinya ke laut. Lukisan alam yang sangat berharga. Setelah menikmati ciptaan dari Sang Pencipta kami kembali ke kamar, bersiap menjelajah Bali bagian timur.

sunrise di Sanur

Pukul 10 Bli Made sudah memarkirkan mobilnya, kami menyegerakan merapikan barang-barang dan check-out. Dan wesss, kami keluar meninggalkan penginapan dengan tujuan yang pertama adalah Kertha Gosa dan Taman Gili di Kota Semarapura, Klungkung. Perjalanan melewati Kota Denpasar terus melaju sepanjang jalur selatan Kabupaten Gianyar kemudian masuk Kabupaten Klungkung.

Di sepanjang perjalanan kami melewati tepian pantai. Perjalanan ke Semarapura cukup lancar. Jalanan didominasi truk-truk dan kendaraan pribadi. Dan ketika kami di sana jalan raya kira-kira sepanjang Gianyar sedang dalam tahap pelebaran dan pengaspalan, jadi kami disuguhkan banyak alat berat yang sedang melakukan kerjanya. Di beberapa titik di jalan tertulis bahwa proyek ini disponsori Pemerintah Bali dan Pemerintah Australia.

Perjalanan ke Kertha Gosa ditempuh kurang lebih selama satu setengah jam. Cuaca selama perjalanan hingga mencapai Kertha Gosa sangat panas. Beruntung ac mobil Bli Made sangat oke. kami tiba di Kertha Gosa pukul setengah dua belas. Setelah membayar tiket, kami masuk dan disambut sebuah bangunan berbentuk unik dan cukup besar. Setelah kami lihat lebih dekat, ternyata bangunan itu berada di atas air alias di kelilingi kolam air yang banyak teratainya. Di dalam bangunan yang kami simpulkan bernama Kertha Gosa itu terdapat serombongan turis asing. Rencana kami masuk ke Kertha gosa itu saat arah balik nanti, jadi kami masuk ke museum dulu yang ada di belakang bangunan itu.

Kertha Gosa

Museum yang ada di Kertha Gosa itu tidak begitu besar atau mungkin ruang pamer museumnya yang tidak begitu besar. Kami masuk ke dalam, lumayanlah walaupun tidak ber-ac, tapi bisa mendinginkan kami. Kami melihat-lihat koleksi yang ada di museum, ada alat makan kuno, uang uno, lukisan-lukisan dan barang lain yang berhubungan dengan Klungkung dan Bali. Yang membuat saya cukup menarik adalah sebuah maket yang menggambarkan kompleks Kertha Gosa sebenarnya. Rencananya akan dibuat sebuah konsep terpadu di objek wisata ini.

koleksi di dalam museum

Terus di pintu keluar ada sebuah buku tamu. Kami mengisinya. Kami membolak-balikkan halaman buku itu dan yang bisa kami simpulkan adalah Kertha Gosa ini juga menjadi tujuan wisata yang menarik banyak turis asing dari beragam negara yang saya ingat adalah Slovakia, Rumania, Macedonia, Finlandia, Islandia, Inggris, Yunani, Turki, Mesir, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Brasil, dan lain-lain. Dan yang paling gres adalah dari Spanyol, mereka baru saja mengisi buku tamu itu.

lingkungan sekitar Kertha Gosa dan Taman Gili

Kemudian kami keluar dari bangunan museum dan menuju ke Kertha Gosa tadi. Kali ini ada sekitar 5 wanita yang mungkin berasal dari Australia sedang di dalam (bisa juga dibilang di atas karena kami ahrus menaiki anak tangga terlebih dahulu). Ornamen di dalam sangat indah dan khas Bali. Setelah mengambil beberapa foto, kami turun lagi dan segera menuju destinasi berikutnya, yaitu Pura Goa Lawah.

Jarak dari Kertha Gosa ke Goa Lawah tidak jauh. Pura Goa Lawah terletak di tepi jalan dekat dengan pantai. Kata Bli Made pura ini dinamakan dengan Goa Lawah karena di goanya hidup ratusan kelelawar. Cuaca terik masih menemani saat tiba di Goa Lawah. Kami turun dari mobil, membayar tiket masuk, mengenakan kain Bali, dan masuk ke pintu pura sebelah barat.

Pura Goa Lawah

kelelawar di dalam goa

Di dalam pura cukup ramai, kami melihat banyak masyarakat Bali dengan pakaian serbaputih berada di sana. Jadi kami simpulkan sedang diadakan upacara adat di pura itu. Tetapi sepertinya upacara sudah selesai, masyarakat Bali tersebut beriringan ke luar pura. Kemudian kami masuk ke bagian utama pura, melihat beberapa masyarakat Bali masih melakukan aktivitas di dalam. Kami mendekati goa dan memang ada ratusan bahkan ribuan kelelawar menggantung di dinding atas pura. Uniknya buat saya, saya bisa melihat kelelawar dengan jumlah yang sangat banyak di terik matahari ini.

Pura Goa Lawah

Lanjut kami mengitari pura. Mencari spot-spot menarik untuk berfotoria. Lagi kami menemukan keunikan di puar ini. Bangunan pura didominasi warna hitam, bisa dibilang hampir seluruhnya hitam, sungguh unik. Ditambah lagi, di bagian puncak dari bangunan pura terdapat patung kelelawar kecil berwarna emas. Setelah puas bermain di dalam pura, kami ke luar dan siap menuju destinasi selanjutnya di Kabupaten Karangasem.

aktivitas masyarakat Bali di Pura Goa Lawah dan pantai

Ketika kami ke luar pura, kami menoleh ke arah pantai dan melihat sebuah upacara yang dilakukan di bibir pantai. Masyarakat Bali yang ada di situ mengenakan pakaian serbaputih. Mereka melakukan aktivitas keagamaan dipimpin oleh seseorang yang duduk di atas bale. Kembali, perjalanan kami di Bali selalu menjumpai aktivitas dakral warga Bali. Setelah beberapa foto sudah tersimpan di kamera saya, kami menuju ke mobil dan siap melaju semakin ke timur Bali.

Bali: Goa Gajah, Air Terjun Tegenungan, dan Sanur

Menempuh jalan balik ke selatan dari Penglipuran, kami melewati jalan yang sama ketika kami ke utara. Perjalanan dari Penglipuran ke Goa Gajah ditempuh kira-kira hampir satu jam. Kurang lebih pukul 2 siang kami sampai di Pura Goa Gajah. Turun dari mobil, kami langsung membeli tiket, mengenakan kain Bali, dan masuk ke wilayah pura.

Kembali, kami harus menuruni anak tangga untuk menjangkau area pura. Kami benar-benar olahraga hari ini, tetapi jumlah anak tangganya tidak sebanyak yang ada di Gunung Kawi. Kami tiba di anak tangga terakhir dan langsung berjalan menuju sebuah kolam. Kami pikir ini seperti kolam pemandian, tapi kami lihat ke bawah dan lebih dekat ternyata yang ada di kolam itu adalah ikan-ikan. Terdapat dua kolam di situ yang dibatasi batu-batuan. Di kolam terdapat corak seperti dewi yang sedang menumpahkan kendi air ke kolam. Ada enam patung dewi, masing-masing tiga di kolam kiri dan tiga lainnya di kolam kanan.

kolam di Pura Goa Gajah

Menuju ke objek selanjutnya adalah Goa Gajah itu sendiri, yakni sebuah goa yang di bagian mulutnya terdapat relief unik dan cukup rumit. Sepertinya ini adalah karya yang mengagumkan, sulit untuk mengukir di batu relief seperti itu dan sebesar itu. Kemudian kami mencoba masuk ke dalam goa. Kami menemui tiga turis asing dan dua orang tour guide. Kedua tour guide itu dengan menggunakan bahasa Prancis menjelaskan dengan seksama mengenai, mungkin, upacara atau adat yang dilakukan di dalam goa. Karena ukuran goa cukup sesak ketika kami masuk ke dalam, kami hanya sebentar melihat kondisi di dalam dan kemudian keluar lagi.

Goa Gajah

objek wisata Goa Gajah

Kemudian kami berputar-putar sejenak mencari posisi mana lagi yang bisa difoto dan kemudian kembali ke mobil untuk menuju Sanur. Ketika kami tiba di mobil, ternyata Bli Made sedang tidak di ada di dalam dan ketika kita dihubungi, ia sedang makan siang. Memang kami tidak mengagendakan makan siang di tempat wisata yang kami kunjungi karena kami pikir biaya makan siang akan jauh lebih besar ketimbang biaya masuk obek wisata tersebut, jadi kami membawa roti, makanan ringan, dan minuman secukupnya selama perjalanan.

Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, Bli Made pun tiba dan kami langsung masuk ke mobil menghindari terjangan panas matahari. Sekitar sepuluh menit perjalanan, Bli Made memutuskan untuk mampir sebentar di sebuah air terjun di dekat situ. Alasannya karena kami kemarin belum sempat ke Air terjun Gitgit. Kami berbelok ke kiri ke jalan yang sepi ditemani hamparan sawah, kemudian ke kiri lagi. Tak ada petunjuk yang saya temukan mengenai air terjun di wilayah itu. Kemudian Bli Made berbelok lagi ke kiri dan kami menemui sebuah loket bertuliskan “Tiket Air Terjun Tegenungan”.

Seteleh membayar tiket, kami masuk dan memarkirkan mobil. Di saat yang sama juga datang sepasang turis asing yang mengendarai sepeda motor. Mereka memarkirkan motornya di samping mobil kami. Kemudian kami turun dan berjalan mengikuti kedua bule itu. Suara air sudah terdengar, sepertinya sejuk dan menyegarkan. Tak jauh berjalan dari tempat parkir, kami melihat sebuah air terjun yang cukup indah. Kami berdiri di sebuah warung yang sepertinya memang dibangun untuk menikmati keindahan air terjun tersebut. Letak warung tersebut masih jauh dari posisi terjunnya air. Sebenarnya bisa saja kami menjangkau ke sungai yang dialiri air terjun itu, tetapi lagi, kami harus menuruni anak tangga yang kali ini gelap, licin, dan lebih curam, kakak saya langsung menolak untuk menuruni tangga tersebut. Jadilah kami hanya menikmati air terjun dari warung itu.

Air Terjun Tegenungan

Kami hanya sebentar menghabiskan waktu di Tegenungan. Kami kembali ke arah mobil dan ingin langsung ke Sanur. Sebenarnya ada penyebab kami ingin langsung ke Sanur karena kami ingin cepat-cepat makan dan mandiiiiii. Haha, iya mandi. Karena selama di Ubud kami tidak mandi karena kamar mandi di penginapan kami membuat kami harus menunda mandi, hehe. So, kami langsung meluncur ke Sanur.

Air Terjun Tegenungan

Kami tiba di Sanur kira-kira pukul 3.30 WITA. Entah di mana kami harus bermalam karena memang kami tidak ada rencana untuk menginap di Sanur. Jadi kami akan berputar-putar, mencari tempat yang cukup ramai, dan mencari penginapan di dekat situ. Alhasil kami tiba di Jalan Kesumasari, Denpasar Selatan. Kami menemukan sebuah penginapan yang memasang papan yang menawarkan tipe kamar yang kami cari. Nama penginapannya adalah Abian Homestay. Tanpa pikir panjang kami langsung masuk dan menanyakan apakah masih ada atau tidak. Hore, masih ada, cepat-cepat check-in dan cari sampo terus mandi.

Abian Homestay terletak cukup strategis bagi Anda yang ingin menginap dekat pantai. Room rate-nya pun sangat bersahabat. Tetapi ketika kita ke sana akhir Januari 2011 sedang ada renovasi. Selain pegninapan di Abian ini juga terdapat restoran yang setiap malam sepertinya mengadakan acara tari-tarian dan musik tradisional khas Bali.

Abian Homestay Sanur

Setelah mandi dan sedikit istirahat, tentu ada satu to do list lagi yang belum kami lakukan, makan. Sudah lapar kali kita ini. Kami bingung mau makan apa. Saya coba mengecek maps di hape, click restaurant, dan di dekat situ salah satunya muncul rumah makan Padang. Nah udah ketemu yang kami cari, langsung ke tempatnya tanpa berpikir lagi data di maps itu valid atau enggak. Dan setelah kira-kira lima belas menit berjalan, kami sudah melihat sebuah rumah makan berbentuk minang. Langsung masuk dan makan, selamat makan.

Selesai makan, kami ke pantai yang jarak antara pantai dengan penginapan kami hanya lima puluh meter, coba bayangkan seru kan. Di Pantai Sanur bagian selatan ini tidak banyak orang. Kami duduk di sebuah tumpukan batu yang menjorok ke laut dan memandangi apa pun yang ada. Saya menemukan sesuatu yang membuat saya tertarik, sekelompok anak-anak yang sedang bermain air. Sungguh lucu melihat tingkah laku mereka tanpa dosa dan penuh kebahagian. Ditemani angin pantai, mereka terus berlari-larian, berenang-renang, dan ketawa. Sesekali mereka berebut papan luncur.

Pantai Sanur

aktivitas di Pantai Sanur

Dari posisi saya duduk, saya juga bisa melihat aktivitas di dekat Pelabuhan Benoa. Pesawat-pesawat pun tak henti-hentinya beterbangan di atas kami menuju Bandara Ngurah Rai. Sungguh elok merasakan kedamaian di sisi timur Denpasar ini. Matahari sudah semakin turun memasuki langit di bagian bumi lain. Di Sanur memang bukan spot yang tepat untuk melihat sunset, tapi di sini adalah posisi yang pas untuk menonton sunrise. Langit sudah menggelap dan lampu-lampu sudah dinyalakan, kami kembali ke penginapan dan bersiap istirahat untuk melanjutkan petualangan besok.

Bali: Gianyar, Kintamani, dan Desa Penglipuran

Selamat pagi Ubud!

Senang rasanya membuka mata dan menghirup udara segar Ubud. Matahari sudah menyapa lembut untuk menyegerakan berjalan-jalan pagi. Kami memutuskan kembali ke Central Ubud dulu baru kemudian ke arah timur, melewati pasar dan kembali ke homestay melewati Jalan Hanoman. Hiruk pikuk terlihat di Pasar Ubud, motor-motor sudah berjejer di lapangan parkir dan semua orang menenteng kantung plastik belanjaan. Uniknya tidak hanya makanan yang dibeli, tetapi berbagai macam bunga juga masuk daftar belanja. Masyarakat Bali membeli bunga-bunga itu untuk dijadikan sesajen, baik di rumah atau pun kendaraan mereka.

Ubud di pagi hari lebih diramaikan oleh masyarakat lokal dibanding turis-turis asing. So, kami merasa banyak teman di sini, hehe. Kami meneruskan perjalanan mencari apa saja yang bisa dimakan, tetapi kami tak menemukannya. Kami memutuskan membeli minuman dan makanan ringan di convenience store di persimpangan Jalan Hanoman dan Jalan Raya Ubud. Setelah melakukan pembayaran, kami berjalan turun menyusuri Jalan Hanoman. Kemudian berbelok ke kanan ke Jalan Dewi Sita. Tak lama kemudian kami menemukan lapangan bola. Dan di seberangnya riuh rendah suara anak SD membahana di pagi hari. Kami kembali ke kamar, memesan sarapan sederhana (scrambled eggs + teh manis), dan packing untuk melanjutkan penelusuran ke Kintamani dan sekitarnya.

Jam 9 tepat, Bli Made sudah tiba menjemput kami. Rencana kami hari ini adalah menuju Pura Gunung Kawi Tampaksiring, kemudian ke Pura Tirtha Empul, Kintamani Batur, Desa Adat Penglipuran, dan Goa Gajah untuk kemudian ke Sanur. Mobil langsung tancap gas ke Pura Gunung Kawi Tampaksiring yang tidak terlalu jauh dari Ubud.

Kurang dari satu jam kami sudah tiba di Pura Gunung Kawi. Membayar tiket dan mengenakan kain Bali, kami menuruni tangga-tangga menuju Pura Gunung Kawi. Satu dua tiga empat lima hingga tak terhingga mungkin kami menuruni satu per satu anak tangga. Dan memang lumayan jauh turun ke bawah untuk menuju pura tersebut. Namun, again kemolekan alam Bali yang membantu kami, hamparan sawah dan aliran kali kecil mengibur kami. Akhirnya tiba juga di relief pertama di kompleks ini.

Perjalanan ke bawah menuju Pura Gunung Kawi

Saya sedikit menyesalkan mengenai sumbangan seikhlasnya untuk meminjam kain Bali, ibu yang menjaga sejak awal sudah menyuruh memasukkan dulu uang di kotak bertuliskan donasi baru kemudian diberikan kainnya, tetapi sebenarnya jika tidak memasukkan donasi ke kotak itu tidak masalah bukan

Pura Gunung Kawi

Menuju relief berikutnya kami melewati sungai kecil yang cukup deras arusnya. Berjalan menapaki jalan batu ini kami dipertontonkan Pura Gunung Kawi yang arsitekturnya sangat indah dan menyatu dengan alam. Di samping pura ini kami melihat kembali jejeran relief yang kedua yang menurut kami lebih besar. Memandang ke sisi seberang melihat rimbunnya pepohonan dan mendengar suara menyegarkan aliran sungai membuat hati serasa di surga, sungguh damai. Setelah mengembil beberapa foto, kami berniat kembali ke atas untuk melanjutkan perjalanan. Lima puluh anak tangga serasa santai dilewati, tetapi masih ada ribuan anak tangga lain, hehe lebay, yang masih menghadang. Dengan nafas terhentak-hentak akhirnya kami tiba di pucuk loket tiket awal tadi. Langsung kami menghujam mobil dan menenggak sebotol air segar. Perjalanan dilanjutkan ke Pura Tirtha Empul, pemandian di bawah Istana Tampaksiring.

kolam suci di Pura Tirtha Empul

Belum sempat berleha-leha, kami sudah tiba di halaman parkir Pura Tirtha Empul. Jarak Gunung Kawi dan Tirtha Empul mungkin hanya lima menit dengan mobil. Kami langsung turun dan masuk ke dalam pura, tentunya membayar tiket terlebih dahulu. Di dalam ternyata sudah banyak orang yang mengunjungi pura ini, kebanyakan turis Asia. Sungguh indah perpaduan tempat ibadah, kolam dengan air jernih, dan kemegahan Istana Tampaksiring. Hati saya kembali berdecak melihatnya.

Istana Tampaksiring dipandang dari Pura Tirtha Empul

Pura Tirtha Empul ini sebenarnya terletak berdampingan dengan Istana Tampaksiring. Bedanya istana kepresidenan itu berada di atas bukit di samping pura dan keduanya dihubungkan dengan anak tangga. Kembali wanita-wanita Bali membawa sesajian di atas kepala mereka. Dan mereka semua menuju bagian dalam pura. Saya mencoba ikut masuk ke dalam dan mengamati apa yang mereka lakukan, tetapi rencana saya gagal karena saya tertarik melihat seni arsitektur di sekujur pura, termasuk kolam pemandian sucinya dan istana di atasnya. Sekitar satu jam kami habiskan mengitari pura dan kami kembali ke mobil karena awan gelap sudah menutupi.

sekitar Pura Tirtha Empul

Kami menuju ke utara, ke arah Kabupaten Bangli. Tak lama menempuh perjalanan, kami tiba di sebuah loket besar pintu masuk objek wisata Kintamani. Kami diturunkan di sebuah tempat yang memang sengaja disediakan untuk menikmati pemandangan danau dan gunung. Kami menuju spot terbaik untuk melihatnya dan memang sungguh menakjubkan, sebuah danau diapit dua gunung yang memiliki keunikan tersendiri. Di sebelah kiri yang berbentuk strato adalah Gunung Batur dan di sebelah kanan yang sedikit memanjang dan lebih tinggi adalah Gunung Abang. Danau itu sendiri bernama Danau Batur. Pemandangannya sangat indah dan semilirnya angin menambah kenyamanan untuk menikmati alam Bali.

Danau Batur dan Gunung Abang

Pemandangan di Kintamani

Kami tak menghabiskan banyak waktu di Kintamani, kira-kira hanya tiga puluh menit kemudian kami bersiap menuju objek wisata selanjutnya, yaitu Desa Adat Penglipuran. Sebenarnya di kawasan Kintamani ini juga ada museum yang bisa dipertimbangkan untuk dikunjungi, yaitu Museum Gunung Api Batur. Tetapi mood kami berkata lain untuk masuk ke sana, jadi kami langsung mengarah ke Penglipuran yang juga terletak di Kabupaten Bangli.

Jalanan di utara Bali ini bisa dibilang sepi, tak jarang kami adalah satu-satunya mobil yang melintas di jalan yang sedang kami lalui. Menuju Desa Adat Penglipuran perjalanan ditempuh sekitar tiga puluh menit. Begitu mobil masuk, lagi alunan khas yang sangat indah dari Karawitan Bali terdengar, sungguh damai hidup di sini. Setelah membayar beberapa ribu uang retribusi, kami masuk ke dalam dan memarkirkan mobil dekat dengan taman di samping jalan menuju desa.

Desa Adat Penglipuran

Melangkahkan kaki masuk, menengok ke kanan dan kiri memang sangat rapi desa ini, tiap rumah bentuk pagarnya sama dan sekitar seratusan rumah berjejer rapi memanjang dari atas ke bawah seperti undak-undak. Di posisi paling atas terlihat sebuah pura yang anggun. Kami berjalan-jalan dari satu rumah ke rumah yang lain, sesekali ibu-ibu menyapa kami dan menanyakan asal kami dengan sangat ramah dan bersahabat. Kami pun tak mau kalah ramah dengan mengobrol sedikit menanyakan ini itu. Yang kami ketahui adalah pemuda di Desa Penglipuran ini banyak yang bekerja di kapal-kapal pesiar di wilayah Bali Selatan.

Desa Adat Penglipuran

Setelah mendekati pura, kami memutuskan kembali turun ke bawah. Kami melihat anak-anak sedang bermain dengan bahagia, berlarian ke sana ke sini. Kami kembali ke mobil dan siap menuju Goa Gajah. Keluar dari kompleks desa, Bli Made memilih jalan yang kelihatannya jarang dilewati mobil. Bli Made mengambil jalan yang melewati hutan bambu yang gelap dan rimbun, pemandangan yang jarang kami temui. Sekitar satu kilometer pandangan kanan kiri ditutup bambu, akhirnya kami bertemu kembali dengan sawah-sawah lapang dan mobil terus dipacu ke selatan kembali ke Gianyar.

Hutan Bambu dekat Desa Penglipuran

Wednesday 2 March 2011

Bali: Ubud yang Mengesankan

Selesai dari Singaraja yang sungguh melelahkan, perjalanan berlanjut ke Kota Terbaik Asia 2009, apa lagi kalo bukan Ubud. Ubud terletak di tengah-tengah Pulau Bali, termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Gianyar. Kami menuju Ubud dari utara lalu ke arah tengah pulau, dan lanjut ke timur. Di perjalanan, kami disuguhkan pemandangan asri hijau yang menyegarkan. Tak lelah mata memandang pegunungan bermatraskan hamparan sawah hijau. Sesekali kami juga melewati sungai-sungai kecil yang masih alami.

pegunungan berkarpet sawah

Perjalanan dari Singaraja menuju Ubud kurang lebih selama satu setengah jam ditambah pemandangan indah. Sesampai di Ubud, kami disambut kerimbunan pepohonan di Monkey Forest Ubud. Kami menuju utara mencari penginapan di Jalan Monkey Forest. Kemudian, kami turun di beberapa penginapan menanyakan kamar yang tersedia dan yang utama adalah rate per malam.
Sebenarnya kami sudah menghubungi beberapa penginapan dan mengirimkan beberapa email untuk mendapatkan penginapan, tetapi kami memutuskan mencari di hari itu saja karena banyak pilihan dan penginapan-penginapan yang kami hubungi sebelumnya masih agak jauh dari pusat Ubud
Setelah sekitar 30 menit bertanya-tanya, kami berhenti di sebuah persimpangan jalan dekat dengan sebuah SD dan lapangan bola. Kami diberi petunjuk oleh Bli Made untuk masuk ke sebuah gang dan mencoba menanyakan penginapan di sana. Setelah bertanya-tanya di beberapa tempat, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di Narasoma Homestay. Kami menurunkan barang-barang dan besok akan dijemput Bli Made untuk melanjutkan perjalanan ke Kintamani hingga Sanur.

Narasoma Homestay

Narasoma Homestay terletak tidak terlalu masuk ke dalam gang. Kamar-kamarnya cukup berpencar. Kami menginap di Budget Room. Kondisinya sederhana, kasur queen size, lemari, handuk (tanpa perlengkapan mandi), dan ada kamar mandi dengan bathub. Yang agak kami sesali adalah kondisi kamar mandinya yang kotor dan agak terbuka (ada lubang yang memang sengaja dibuat sebagai unsur seni sebenarnya) bagi kami warga pribumi. Awalnya kami menanyakan jumlah orang yang menginap, si penerima tamu menjawab banyak, tetapi selama kami di homestay tersebut sepertinya hanya kami berdua. Kemudian kami cukup menyesalkan pilihan kami karena kami terburu-buru menentukan pilihan penginapan padahal masih banyak alternatif lain yang dekat dengan Central Ubud dan suasananya lebih ramai.
Setelah merapikan barang, kami melihat-lihat kondisi sekitar. Kami berjalan ke arah utara karena kami lihat cukup menarik dengan banyak toko yang berjejer. Tak lebih dari satu kilometer, kami tiba di persimpangan jalan utama. Dan saya langsung tercengang melihat kemolekan Ubud dari persimpangan ini. Saya mulai berpikir saya akan mendapatkan jawaban mengapa kota yang saya jejaki sekarang ini terpilih sebagai Kota Terbaik di Asia.

suasana di depan Pura Ubud

wanita Bali sedang membawa seserahan

Wanita-wanita asli Bali yang membawa bermacam-macam buah yang ditata rapi menjulang di atas kepalanya memberikan kesan yang sangat baik. Kemudian mulai alunan gamelan Bali merasuki hati saya, sungguh enak dan damai didengar. Ditambah saya tak melihat adanya kemacetan di pusat kota ini yang kata banyak orang sudah mulai sering terjadi. Saya dan kakak saya melanjutkan jalan ke arah barat yang terlihat ramai. Rupanya sedang ada upacara di Pura Ubud ini, entah apa namanya, yang paling utama saya dapat menikmatinya. Kami terus berjalan ke barat, di kanan kiri banyak gang yang di depannya bertuliskan papan nama penginapan yang ada di gang-gang tersebut. Kemudian kami melewati Museum Puri Lukisan yang nampaknya sedang dalam renovasi.

Papan nama di depan Jalan Kajeng (atas) dan Jalan Bisma

Merasa sudah terlalu jauh dari pusat kota, kami memutuskan balik ke Central Ubud. Tak ada rasa lelah selama kami menyusuri jalanan Ubud yang damai, tak seramai Kuta dan tak sesepi Lovina. Lantunan karawitan Bali semakin jelas terdengar dan semakin banyak orang berdatangan ke Pura Ubud ini. Sekali lagi inilah jawaban Ubud sebagai Kota Terbaik di Asia. Seluruh masyarakat asli Ubud mengenakan pakaian adat mereka (mungkin ini pakaian sehari-hari mereka). Mengambil beberapa foto dari depan pura, kami menuju Jalan Suweta, di samping Pura Ubud dan menuju utara. Kami lihat jalanan ini sepi, jadi kami hanya jalan-jalan sebentar dan mencoba mencari tempat makan yang enak dan murah. Kami melihat ibu penjaja sate ramai didatangi pembeli dan kami berencana makan malam di situ. Kemudian kami kembali ke penginapan untuk istirahat sebentar, mencoba mandi kalau mungkin, dan mengambil duit yang ternyata tidak kami bawa selama jalan-jalan.

Kami kembali mengelana ke pusat Ubud sekitar pukul setengah delapan malam. Kami keluar jalan-jalan karena paksaan perut kami alias lapar berat. Yap, kami makan malam di warung sate yang tadi kami lihat laris oleh pembeli. Beruntung di sana hanya ada satu bapak yang sedang makan soto kalau tidak salah. Saya memesan sate ayam dan kakak saya memesan sate babi. Hmm, saya pikir sate yang saya makan ini cukup enak dan cukup mengenyangkan. Setelah santap malam yang sederhana selesai, kami sedikit bingung mau menghabiskan malam di mana.

Kami kembali berjalan ke arah barat lagi dan lantunan Karawitan Bali masih terdengar. Kami berhenti di sebuah cafe yang sedang melakukan pementasan Tari Barong. Kami masuk saja ke sana walaupun kami tahu uang kami seharusnya tidak diperuntukkan untuk berleha-leha di tempat itu.

Rencana kami adalah menghabiskan malam di cafe tersebut. Kami memutuskan hanya memesan minuman. Dan saya memberikan kesan tersendiri di tempat itu, saya memesan segelas Bir Bintang ukuran 0.5 liter dan kakak saya memesan minuman sejenis yang entah saya lupa namanya. Huhu saya penasaran bagaimana rasaya seteguk bir itu, tak ada bayangan sama sekali. Saya hanya sebatas penasaran bukan nafsu, hehe. Pesanan datang, agak-agak gimana gitu pas mau minum, tapi saya coba saja seteguk. Dan hmmmp, lebih baik saya memesan sepuluh cangkir es teh manis daripada segelas Bir Bintang. Huh, tak ada enaknya saya pikir dan tentu saya tak akan memesan minuman itu lagi, udah nggak enak dan mahal pula, haha. Dan saya berjanji akan langsung makan es krim untuk menetralkan rasa bir itu.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...