Saturday 11 June 2011

Padang: Linglung di Padang

Perjalanan di Sawahlunto selesai dan destinasi terakhir kami adalah ibukota Sumatera Barat, Padang. Kami menuju Terminal Sawahlunto dan membeli tiket travel Sawahlunto – Padang dengan harga Rp15.000 per orang. Travel mulai meninggalkan terminal tepat pukul 12 siang dan hanya terisi lima orang, saya dan teman saya, dua orang perempuan di depan dan pak supir. Mobil melaju kencang menerobos jalanan Kota Batubara ini.

Sekitar dua puluh menit perjalanan, mulailah kami tiba di jalan utama menuju Padang dan travel juga mulai menaikturunkan penumpang hingga tidak ada bangku kosong lagi. Di sisi kanan dan kiri dihiasi bukit-bukit hijau yang menghampar luas diselingi rel kereta yang mengular sepanjang jalan raya. Pemandangan selama perjalanan ini sangat indah. Ketika meninggalkan Kota Solok hujan mulai menetes dan semakin deras ketika travel melewati Taman Hutan Raya Bung Hatta. Tapi, pemandangan kanan kiri tak kalah deras juga menampilkan keindahannya tebing, jurang, sungai terpadu apik menghiasi perjalanan Sawahlunto – Padang ini.

Sekitar dua setengah jam perjalanan, kami memasuki area PT Semen Padang. Hutan dan hujan sudah menghilang. Tak lama, kami diturunkan di sebuah persimpangan jalan besar yang entah sama sekali kami tidak tahu letak pasti posisinya di mana. Kami diam sejenak di tempat kami turun, tak tahu apa yang akan dilakukan dan ke mana kami akan melangkah. Mobil travel sudah meninggalkan kami. Benar-benar kondisi yang tidak kami inginkan. Kami memang belum siap dengan kondisi Kota Padang. Linglung, ini lah yang kami alami seketika tiba di Padang.

Peta di handphone kembali jadi andalan kami, setelah dicek ternyata kami masih masuk area Padang Timur, masih lumayan jauh dari pusat kota. Alhasil kami bertanya kepada seorang bapak letak Jembatan Siti Nurbaya yang menjadi tujuan kami. Kami diberitahu untuk menggunakan angkutan umum kemudian nanti bisa disambung dengan ojek atau jalan kaki. Kami ikuti arahan bapak dan dengan semangat yang membara ditambah rasa optimis yang tinggi kami bisa mencapai jembatan terpopuler di Padang ini.

Jembatan Siti Nurbaya bisa dibilang menjadi landmark Kota Padang. Posisinya terletak di sebelah selatan kota, melintasi Sungai Arau. Jembatan ini terkenal dengan keindahan pancaran lampunya di malam hari, sayang kami tiba di sana pukul empat sore dan harus ke bandara pukul lima sore jadi tidak sempat melihat gemerlap lampunya. Di sekitar jembatan ini, kami juga membeli makanan khas Sumatera Barat untuk oleh-oleh keluarga dan kerabat. Selesai memborong, kami kembali bertanya cara untuk mencapai pool Damri terdekat. Kami harus banyak bersyukur karena kembali kami mendapatkan informasi dan kami bisa mencapainya.

feri di atas Batang Arau

Jembatan Siti Nurbaya

Gedung Bank Indonesia di dekat Jembatan Siti Nurbaya

Pool Damri yang kami tuju terletak di persimpangan jalan di daerah Imam Bonjol. Sebelum masuk bus yang datang satu jam sekali, saya menyempatkan membeli sebungkus nasi padang karena saya berpikir jika harus membeli di bandara harganya bisa empat kali lipat. Bus datang pukul 5.15 dan kami langsung naik. Lagi-lagi hanya berlima di dalam bus. Empat orang penumpang dan seorang supir. Tak berhenti lama di halte, kami langsung jalan entah ke jalan apa.

Kami melewati Museum Adityawarman yang sebenarnya sangat ingin kami kunjungi, kemudian melewati Pusat Budaya Minang yang letaknya tak jauh dari museum. Damri ini juga menyusuri Pantai Padang yang juga awalnya menjadi tujuan kami. Sayang kami hanya bisa melihat semua destinasi wisata Padang dari dalam bus, sedikit kecewa. Bus terus melaju dan kira-kira pukul enam petang tiba di Bandara Minangkabau dengan membayar Rp18.000.

Museum Adityawarman
sumber: bukittinggiminangwisata.wordpress.com

Pantai Padang
sumber: newvisitarea.com

Kami masuk ke dalam, melakukan ritual ini itu membayar lagi ini itu dan mencari musala. Kami salat bergantian. Menunggu teman saya yang salat duluan, saya buka bungkusan makanan saya, duduk di bawah, dan makan. Alhamdulillah kenyang sekali. Selesai salat kami masuk ke ruang tunggu. Lagi-lagi, Batavia Air mengalami delay, seperti prediksi. Kami duduk saja menunggu mengamati keadaan sekitar. Setelah 45 menit delay, akhirnya kami masuk ke pesawat dan siap meninggalkan Ranah Minang. Banyak pengalaman yang saya dapat dan SAYA CINTA SUMATERA BARAT.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...