Friday 25 November 2011

Cerita Relawan SEA Games: Polisi, Calo, dan “Anak Kecil”


Inilah bagian yang paling gw gak suka selama pelaksanaan SEA Games. Kongkalikong antara polisi dan calo tiket di GBK. Sebelumnya gw minta maaf banget untuk satuan kepolisian yang terhormat, maaf gw mengeneralisir semua satuan dengan sebutan polisi, soalnya gw ga tau mereka tergolong instansi mana saja (ada satpol pp dan tentara juga). Sekali lagi mohon maaf terlebih dahulu jika membuka aib yang sudah diketahui publik, anggap saja ini sebagai bentuk protes atas tindak tanduk Anda, terima kasih.

Oke, jadi posisi gw sebagai anak baru di dunia ticketing sepak bola di GBK ini. Bahkan bapak polisi sendiri yang bilang gw dan teman relawan lainnya masih awam dan kaku masalah ticketing. Ya jujur gw juga ga tau permainan dan akal-akalan Anda. Sori kalo gw terlalu lugu akan realita yang ada. Dan mungkin hal-hal ini tidak hanya terjadi di gerbang masuk GBK saja.

Awalnya gw pikir polisi akan membantai dan memberangkus calo-calo yang berkeliaran di GBK. Tapi, semua pikiran gw adalah sampah, jujur sampah banget, gak bener sedikitpun. Polisi dan calo itu ibarat kawan dan lawan. Lawan saat ada penonton tak bertiket mau masuk. Kawan saat calo memberi setoran ke polisi.

Jadi si calo nawarin di depan dengan tiket yang dipegang. Kalo si calo nawarin tepat di depan pintu masuk stadion, si polisi ini ngusir mereka sejauh mungkin karena penonton tak bertiket yang dekat gerbang itu adalah makanan empuk buat polisi. Polisi sok-sok garang menjaga pintu masuk, tapi pas didatengin penonton tak bertiket, negosiasi, dan yuk masuklah mereka. Sampah. Kalo si calo kehabisan tiket, dia dengan jumawanya bisa masukkin orang dengan izin polisi dan ngasih sebagian uangnya ke polisi. Sampah.

Dan itu terus menerus terjadi. Mulai dari masukkin satu orang hingga 20 orang, bayangkan woy 20 orang penonton tak bertiket diizinkan masuk. Sampah. Bukan berarti tim relawan tidak melakukan apa-apa. Kita juga mencoba mencegah, bernegosiasi dengan polisi, menahan polisi yang memasukkan orang, bertindak cuek, dan macam-macam. Tapi ya polisi digituin ya biasa aja kali ya.

Sebenernya pembagian tugas antara relawan dan polisi itu adalah relawan mengecek tiket, menuang air di botol untuk diplastikkan, menghitung berapa orang yang sudah masuk, dan bagian polisi adalah menggeledah tas, mengecek tidak ada petasan/mercon yang masuk, menjaga keamanan, dan hal lain yang berhubungan. Nah satu lagi peran polisi yang tak tertulis adalah mencari tambahan penghasilan. Sampah.

Pernah gw denger polisi yang jaga di GBK dibayar Rp10.000/hari/orang. Itulah alasan dia kenapa dia melakukan hal-hal sampah ini. Mereka juga beralasan bahwa polisi juga manusia, perlu makan, perlu ini, sudah berkeluarga dan alasan sampah lainnya. Ada kali dia akhirnya dapet 1.000.000/hari/orang. Jujur gw sebagai relawan yang sudah di-briefing melakukan prosedur di pintu masuk merasa tak ada harganya, seperti anak kecil. Bahkan yang ada di pikiran gw adalah untuk apa ada sukarelawan yang jaga pintu stadion kalo toh semua penonton yang bayar maupun yang tak bayar bisa masuk seenak jidatnya. Jujur, rasanya demot banget gak berguna kayak gini, mau sebaik apa polisi ngajak ngobrol tetep aja rasa hormat sudah jauh di bawah kaki, layaknya sampah.

Dan polisi itu kalap, mereka lupa akan tugas mereka. Pas Indonesia vs Malaysia (babak penyisihan), gw jaga di pintu masuk tribun dan jebol, siapa pun boleh masuk, mau bayar atau tidak, mau punya tiket ato tidak, semua masuk dengan santainya. Ini semua karena kerjaannya polisi, gak ada lagi polisi yang menjaga ketertiban, gak ada lagi polisi yang menggeledah tas-tas penonton, gak ada lagi polisi yang membantu pelaksanaan pertandingan, semua hanya memikirkan diri-sendiri. Tiap polisi udah bawa penonton tak bertiket, dan mereka sendiri berebutan memasukkan penonton tersebut. Sampah banget woy.

Dan yang membuat gw aneh adalah penonton tak bertiket itu asal-asalan juga. Minta tolong sama calo untuk dimasukkin, sama calo yang ga punya wewenang apa-apa. Gw juga bisa dapet duit dengan gampangnya kalo kayak gini. Gw ga habis pikir aja, pengen nonton sih pengen nonton tapi gak gitu juga caranya. Kasihan yang udah punya tiket beneran, tapi malah ga bisa nonton gara-gara kongkalikong polisi dan calo ini.

Di paragraf ini gw mau akui kelihaian calo pemalsu tiket. Luar biasa ahli para calo ini. Capek woy ngurus tiket asli, malah ditambah tiket palsu. Kasihan bagi mereka yang sudah antre dengan penuh perjuangan, tapi bangku yang menjadi hak mereka sudah dipenuhi pemegang tiket palsu. Sebenernya ini peluang polisi memamerkan kekuatannya, meringkus calo penjual tiket palsu. Tapi apa daya, polisi kita punya permainan sendiri.

Dan satu lagi gw akui, mungkin gw terlalu lugu atau emang orang lain yang lihai. Orang yang berseragam sama kayak gw (baca: relawan) juga ada yang bertindak tanduk sampah layaknya polisi dan calo. Gw ga mau ngomong banyak tentang orang yang berseragam sama kayak gw karena gw menghargai kinerja keras relawan.

Akhir cerita polisi, calo, dan anak kecil, jujur inilah ilmu hidup yang tidak akan pernah didapat di dalam kelas. Inilah ilmu yang muncul dari lapangan, hal yang membuka mata gw mengenai kerasnya hidup yang sesungguhnya. Realita akan terus adanya calo dan realita buruknya kinerja polisi di Indonesia. Sungguh dalam hati, bangsa ini akan terus memiliki satuan kepolisian yang seperti di atas.

Sekali lagi mohon maaf lahir dan batin bagi pihak yang merasa terhina. Gw sangat jujur menceritakannya, membuka seterang-terangnya. Gw hanya mampu mengandai, negeri ini memiliki satuan kepolisian yang memiliki integritas.
Link terkait:
Calo Kongkalikong dengan Polisi di GBK (KOMPAS Bola)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...